Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2016

Antara Pohon dan Buku

                              Jika mau memperhatikan dengan seksama, pada saat berada di perpustakaan Universitas Indonesia ada pemandangan yang cukup menarik perhatian. Yakni kehadiran sebuah pohon besar yang berdiri kokoh di depan perpustakaan. Pohon Baobab (dokpri) Baobab, begitu nama pohon tersebut. Atau dalam bahasa latinnya bernama Adansoni Digitata. Di Indonesia orang biasa menyebutnya dengan nama Ki Tambleng, merupakan spesies pohon asli Madagaskar, Afrika. Selain ada di Universitas Indonesia, pohon Baobab juga ada di Kebun Raya Bogor. Konon di waduk Ria Rio juga di tanami  pohon jenis ini. Lalu apa keistimewaan dari pohon Baobab itu? Wah, banyak sekali. Di antaranya memiliki kandungan vitamin C yang lebih tinggi daripada buah jeruk, kadar kalsiumnya juga lebih tinggi daripada susu, kandungan mineralnya yang tinggi dan zat-zat lain yang terdapat didalamnya sangat baik untuk obat-obatan., Kulit batangnya bisa dibuat tali dan daunnya bisa untuk lalapan. Pohon Baobab yang tin

Kisah Hidup HC Andersen

                                      Kisah Putri Salju, Putri Duyung, Pinokio, Itik Buruk Rupa dan Gadis Penjual Korek Api. Siapa yang tidak mengetahuinya? Cerita dongeng itu sangat digemari oleh anak-anak dan juga orang dewasa. Baik yang membaca kisah itu melalui buku cerita bergambar atau menonton filmnya. Semua itu meninggalkan kesan mendalam bagi penikmatnya. Tetapi siapa tokoh dibalik kisah dongeng tersebut, tidak semua orang mengetahuinya. Dia adalah HC Andersen. Pria berkebangsaan Denmark yang lahir pada tanggal 2 April 1805 di Austenzia. Sebuah tempat yang kaya akan budaya di Denmark. HC Andersen yang dijuluki Si Raja Dongeng itu ternyata kisah hidupnya seperti dongeng-dongeng yang dituliskannya. Walaupun berakhir indah tapi harus mengalami jatuh bangun dulu. Bahkan sampai hendak bunuh diri. Akibat putus asa dalam menghadapi hidup yang sangat sulit.  HC Andersen merupakan anak dari seorang tukang sepatu. Meski hanya seorang tukang sepatu, tetapi sang ayah suka membaca dan m

Suatu Hari di Kediaman Ahmad Tohari

A hmad Tohari. Siapa yang tak mengenal sosoknya? Penulis trilogi “Ronggeng Dukuh Paruk” ini namanya dikenal bukan saja di dalam negeri tapi juga sampai ke luar negeri. Tentu berkat karya-karyanya yang hebat. Sampai-sampai ia dijuluki sebagai pendekar sastra.  Sebagai seorang pendekar kiprahnya di jagad kepenulisan sudah diakui dunia. Ia kerap diundang ke sana-sini untuk mengisi acara atau menerima penghargaan. Untuk bisa menemui sosoknya tentu bukan hal yang mudah. Saya  merasa beruntung bisa mendapat kesempatan itu. Bertemu dan berbincang langsung dengan Sang Pendekar Sastra di kediamannya. Desa Tinggarjaya, Banyumas, Jawa Tengah. Saat itu lebaran hari ke-3. Saya mudik ke kampung halaman ibu di desa Tinggarjaya. Ini bukan kali pertama saya berkunjung ke sana. Tapi baru kali ini saya niatkan untuk singgah di rumah Sang Pendekar Sastra, Ahmad Tohari. Sebab saya baru mengetahui kalau beliau tinggal di sana juga. Berbekal keyakinan bahwa beliau tentu sangat dikenal di kampungnya, saya m

Petuah Pak Tua

Perjalanan itu selain sebagai ujian juga tempat pembelajaran hidup yang nyata. Dari apa yang kita lihat, dengar dan rasakan. Banyak ilmu dan nasihat yang bisa kita dapatkan selama melakukan perjalanan. Asal kita mau merenungkan dan meresapi apa yang terlihat serta terjadi di sekeliling. Lalu merealisasikan dalam bentuk tindakan. Kelak, itu semua menjadi sebuah ilmu kehidupan yang tidak diperoleh dari bangku sekolah.  Salah satu yang saya dapatkan adalah sebuah petuah dari pak tua pengayuh becak. Saat itu saya sedang mengadakan perjalanan ke Solo. Agar bisa menikmati suasana Solo maka kami menyewa becak untuk berkeliling seputar Solo. Saya bersama beberapa kawan konvoi naik becak. Dalam sebuah perjalanan, salah satu kawan ada yang melempar sisa makanan ke dalam tong sampah. Sebuah tindakan yang baik. Karena tetap menjaga kebersihan di mana pun berada. Serta membuang sampah selalu pada tempatnya.  Tiba-tiba pak tua pengayuh becak yang saya tumpangi berujar. “Mohon maaf ngeh Mba. Saya

Sekelumit Cerita dibalik Acara Festival Condet

Apa yang terlontar dipikiran begitu ditanyakan tentang Condet? Buah-buahan. Tepat sekali. Selama ini Condet memang terkenal dengan buah-buahannya. Tetapi ada yang berbeda selama bulan Juli yang lalu.  Pada tanggal 30 – 31 Juli masyarakat Condet menggelar sebuah acara yang bertajuk Festival Condet. Tepatnya di Kelurahan Balekambang, Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur.  Festival yang digelar selama dua hari ini cukup menarik perhatian warga, baik yang berada di sekitar Condet maupun yang berasal dari luar Condet. Salah satunya Nina (43 tahun) warga Pulo Gadung. Ia sengaja datang ke festival ini karena ingin melihat keseruan acara di sana. Sekaligus berbelanja aneka jajanan khas Betawi.  Seperti acara festival pada umunya, dalam festival Condet digelar berbagai atraksi di panggung yang telah disediakan. Mulai dari atraksi pencak silat, marawis, lomba azan dan fashion show untuk anak-anak. Juga ada puluhan stad bazar yang berdiri, guna memeriahkan acara. Namun ada yang berbeda dalam

Peragawati Sehari

Apa yang terlintas dipikiran begitu mendengar kata peragawati? Tinggi, kurus dan cantik. Ya, tepat. Apalagi? Panggung, busana dan penonton. Ya, benar. Lalu apa yang ada dipikiran begitu kamu, yang nota bene berlawanan dari kata kurus, tinggi dan langsing tiba-tiba didaulat untuk menjadi seorang peragawati? Tak percaya. Jelas. Gugup? Sudah pasti. Karena harus berjalan di atas panggung, ditonton puluhan mata serta disorot kamera media. Lalu? Menolak mentah-mentah dengan alasan malu? Oh, don't! Ingat! Kesempatan tidak datang dua kali. Dan pengalaman adalah guru terbaik.  Atas dasar itulah maka ketika saya dipilih untuk mengikuti fashion show, jawaban saya adalah bersedia. Akan saya coba. Meskipun semalaman saya tidak bisa tidur. Gugup, karena akan dilihat oleh orang banyak. Disaksikan oleh para menteri, wakil rakyat, para desainer dan awak media. Berkumpul bersama para peragawati profesional. Sementara siapalah saya? Seorang perempuan yang kebetulan senang berkebaya dan traveling. R

Serba-Serbi Reuni

Dalam masa kekinian kata “Reuni” bukan sesuatu yang asing terdengar. Baik yang muda mau pun yang tua sudah bisa dipastikan memiliki agenda untuk menghadiri “Reuni”. Entah dengan kawan semasa sekolah, rekan semasa bekerja dan sebagainya.  Seperti yang tertulis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa Reuni berarti pertemuan kembali (dengan teman sekolah, kawan seperjuangan dan sebagainya) setelah berpisah cukup lama. Namun tidak semua menanggapi makna “Reuni” dengan nada positif. Ada yang beranggapan negatif pada saat mendengar dan mendapatkan undangan reuni.  “Apaan sih reuni-reunian segala? Pengen ketemu mantan? Gara-gara reunian jadi CLBK (cinta lama bersemi kembali)." Tetapi ada juga yang bersemangat dan sangat antusias begitu mendapat kabar akan ada reuni. Karena bisa bertemu dan bersilaturrohim dengan kawan lama. Kedua anggapan tersebut, baik yang positif atau yang negatif memiliki argumen yang kuat. Kini tinggal bagaimana si pelaku reuni saja. Dikembalikan saja kepada pri