Tapi Bukan tentang bakul-bakul penjual dagangan di sana yang sebagian besar embah-embah (perempuan tua) yang seharusnya tinggal manis di rumah bermain bersama cucu. Melainkan tentang percakapan antara penjual dan pembelinya.(termasuk saya).
Mereka bakul-bakul itu menawarkan dagangannya dengan logat Jawa yang sangat kental dan khas. Sesekali terselip bahasa Indonesia yang medok (tetap nadanya Jawa). Sementara pembelinya yang merupakan turis domestik berusaha menanggapi dengan logat Jawa juga. Namun blepotan. Bukan orang Jawa asli biasanya (termasuk saya). Berharapnya akan diberi harga murah ne podo-podo Jowone...hehehe....Namanya juga usaha. Sah-sah saja toh.
Nah, ada seorang turis asing yang tiba-tiba menawar barang dengan bahasa Jawa yang fasih dan lancar. Perasaan saya langsung mak nyes (malunya tuh di sini...). Bukan karena kaget melihat bule fasih bahasa Jawa. Di televisi sudah sering melihat berita tentang orang asing yang begitu menguasai beberapa budaya kita. Baik itu bahasa daerah kita atau pun alat musik tradisional kita. Bahkan lagu-lagu daerah kita loh mereka paham betul.
Nah, kita ? Ngomong pakai bahasa daerahnya sendiri saja loh ora iso? Piye toh?
Malunya tuh di sini.....melihat bule fasih ngomong bahasa Jawa.
Peristiwa pagi itu di pasar Beringharjo. Membuat saya mulai berpikir untuk bisa berbahasa Jawa. Bukankah itu bahasa kita sehari-hari di rumah bagi yang orang tuanya berasal dari Jawa? Kitanya saja yang malas menggunakan. Karena lebih nyaman menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Betawi yang Lo Gue itu salah satu logatnya.
Dari peristiswa kecil ini marilah kita renungkan. Kalau kita generasi mudanya tidak ada yang mau mempelajari bahasa daerah, sekian tahun ke depan bisa jadi bahasa daerah akan punah. Duh,jangan sampai ya? Jadi mari sama-sama kita jaga dan lestarikan salah satu budaya kita ini. Mari. (EP)
Komentar
Posting Komentar