Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2018

Ebiet G. Ade Bintangnya Malam Anugerah Kebudayaan 2018

Kemendikbud untuk yang kesekian kalinya menggelar Malam Anugerah Kebudayaan. Penghargaan yang diberikan kepada insan-insan dan komunitas berprestasi dalam bidangnya. Untuk tahun ini penyelenggaraan Malam Anugerah Kebudayaan diadakan di gedung A Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dan saya mendapat kesempatan untuk menghadiri acara tersebut. Untuk tahun ini ada 51 tokoh seniman, budayawan, komunitas dan pemerintah daerah yang mendapatkan apresiasi serta patut diteladani. Anugerah kebudayaan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berjumlah 41 orang. Penerima penghargaan Bintang Budaya Parama Dharma  berjumlah 2 orang. Sedangkan untuk Satyalancana Kebudayaan ada 8 orang.  Menghadiri acara tersebut secara langsung menghadirkan perasaan haru. Terharu atas dedikasi dan loyalitas pilihan mereka dalam berkarya. Baik secara perorangan maupun kelompok. Anugerah kebudayaan yang diberikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan terdiri atas 7 kategori. - Kategori Pencipta, Pel

Masa Depan Bahasa Ibu

Bahasa ibu. Topik pokok dalam seminar "Masa Depan Bahasa Ibu " yang diselenggarakan oleh Yayasan Rancage bekerjasama dengan Dewan Kesenian Jakarta dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam hal ini Kemendikbud diwakili oleh Prof. Dadang Sunendar, M.HUM. Bertempat di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki pada hari Rabu, 26/09/2018 saya mengikuti seminar tersebut. Selain tema yang diangkat cukup menggelitik hati saya untuk mengikuti seminar, pembicaranya pun tokoh-tokoh sastra yang saya kagumi. Ajip Rosidi dan Seno Gumira Ajidarma. Seminar ini merupakan satu rangkaian dari kegiatan Penganugerahan Sastra Rancage 2018. Apaan tuh? Pemberian hadiah yang diberikan oleh Ajip Rosidi selaku pendiri Rancage, untuk sastrawan yang berjasa dalam mengembangkan sastra daerahnya. Ada sastrawan dari Jawa, Bali, Lampung, Batak dan Banjar. Bukankah Rancage hanya untuk sastrawan Sunda? Ya, awalnya seperti itu. Tapi dalam perkembangannya kini diberikan juga untuk sastrawan dari daera

Lebih Dekat Dengan Nuklir Berkat Lembaga Terkait, BAPETEN

NUKLIR. Istilah yang masih menjadi momok menakutkan bagi masyarakat di Indonesia. Termasuk saya. Jika sudah bicara tentang nuklir, yang terbayang adalah bom dan perang. Sebab sejak kecil selalu bom dan perang yang dicontohkan. Tidak ada hal lain selain dua hal itu tadi. Padahal tanpa disadari dalam kehidupan sehari-hari, kita menikmati teknologi nuklir. What ! Bagaimana bisa kita tidak menyadarinya? Sebab kita tidak bersentuhan langsung dengan teknologi nuklir. Lalu apa saja teknologi nuklir yang sudah kita gunakan? Seperti apa pemanfaatannya? Apa tidak berbahaya bagi tubuh kita? Nuklir gitu loh ! Semua pertanyaan itu dijawab dengan gamblang tanpa ada yang ditutup-tutupi oleh BAPETEN. Wah, siapa pula BAPETEN? BAPETEN, Badan Pengawas Tenaga Nuklir. Mungkin teman-teman ada yang baru mendengar nama BAPETEN. Atau ada yang sudah pernah mendengar, seperti saya. Tapi tidak tahu persis seperti apa tugas dan wewenangnya. Nah, kebetulan saya mendapat kesempatan untuk mengikuti Media Gather

Komunitas Jelajah Budaya Mengajak Kita Menjelajah Museum Dengan Fun

Museum. Tempat yang bagi sebagian orang dianggap tak penting. Dipandang dengan sebelah mata. "Mau ngapain ke museum? Enggak ada yang menarik." Pendapat seperti itu bukan suatu hal yang aneh terdengar. Kenyataannya memang berkunjung ke museum tidak semenarik mengunjungi tempat wisata lain. Bahkan ada pendapat yang sangat ekstrim terlontar. "Daripada ke museum mending nongkrong di kafe." Hanya orang-orang tertentu dengan minat dan rasa nasionalisme yang tinggi, bisa melenggang ke museum dengan santai dan enjoy. Dan orang-orang seperti itu tidaklah banyak. Hanya segelintir saja.               Museum Perumusan Naskah Proklamasi Kondisi seperti ini menjadi tantangan bagi para pegiat sejarah. Dan orang-orang serta badan yang terkait didalamnya. Bagaimana menemukan cara dan strategi agar mereka terutama generasi muda tertarik mengunjungi museum. Sebab sesungguhnya museum merupakan tempat yang sarat sejarah. Tempat dimana kita bisa belajar dari masa lalu untuk

Proses Kilat Membuat Kartu Anggota Perpustakaan Nasional

Perpustakaan Nasional. Apa yang terlintas dalam benak teman-teman begitu mendengar nama Perpustakaan Nasional? Megah, wah, keren, bagus, dan seram. Wow! Ada juga yang bilang seram. Ada kok. Dan tidak hanya satu orang yang memberi sebutan seram. Ini artinya memang ada sebagian orang yang memandang Perpustakaan Nasional sebagai sesuatu yang menyeramkan. Kok bisa? "Gedungnya tinggi sekali." "Banyak penjaganya." "Jiper alias tidak PD mau masuknya." "Malu. Enggak ada teman." Dan masih banyak alasan lain yang membuat langkah ke Perpustakaan Nasional terasa berat. Padahal di sini gudangnya ilmu. Tempat kita menjelajah dunia secara gratis. Karena sejatinya buku adalah jendela dunia. Lalu bagaimana mau bisa melongok dunia, menuju jendelanya saya enggan. Yuk teman-teman! Buang semua rasa tak percaya dirimu. Jauhkan prasangka buruk yang ada dipikiranmu. Saya akan ceritakan bagaimana nyamannya berada di Perpustakaan Nasional meski sendi