Pesta Demokrasi merupakan perhelatan besar sebuah negara dalam menentukan masa depannya, yang ditandai dengan penyelenggaraan pemilu. Guna menentukan pemimpin bangsanya dalam kurun waktu tertentu. Akan seperti apa negara ini ke depannya, semakin maju atau malah mundur. Tergantung kepada pemimpin terpilih nantinya.
Usai menjoblos
Sebagai rakyat biasa harapan saya tentu saja bisa merasakan kedamaian, kesejahteraan dan menikmati kemajuan di negara tercinta. Tanah air Indonesia. Siapa pun yang nantinya menjadi pemimpin terpilih. Dalam perjalanan hidup saya, terhitung sudah enam kali turut serta merayakan pesta demokrasi Indonesia.
Pemilu Pertama
Pertama kali menjoblos saat masih duduk di bangku Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Sebelum pecah kerusuhan 1 Mei 1998. Saya ingat betul bagaimana kita mendapat penekanan dari sekolah untuk menjoblos partai "ini." Jika tidak maka bisa tidak naik kelas atau tidak lulus bagi yang sudah tingkat akhir . Artinya kebebasan kita terbelenggu karena ada kata "harus" ini. Padahal asas pemilu kan LUBER. Langsung, umum, bebas dan rahasia. Untuk apa ada kata bebas kalau memilihnya sudah ditentukan?
Pemilu Pertama
Pertama kali menjoblos saat masih duduk di bangku Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Sebelum pecah kerusuhan 1 Mei 1998. Saya ingat betul bagaimana kita mendapat penekanan dari sekolah untuk menjoblos partai "ini." Jika tidak maka bisa tidak naik kelas atau tidak lulus bagi yang sudah tingkat akhir . Artinya kebebasan kita terbelenggu karena ada kata "harus" ini. Padahal asas pemilu kan LUBER. Langsung, umum, bebas dan rahasia. Untuk apa ada kata bebas kalau memilihnya sudah ditentukan?
Sebagai anak muda, bergolaklah jiwa ini. Tidak bisa. Saya punya pilihan sendiri. Punya pandangan politik sendiri. Maka memberontaklah saya dengan cara tak menuruti aturan yang diberlakukan. Tak peduli jika harus tinggal kelas. Saya akan jelaskan kepada orang tua apa yang sedungguhses terjadi jika benar tak naik kelas. Karena pada dasarnya saya tak bodoh-bodoh amat. Beberapa kali masuk tiga besar sebuah prestasi yang bisa dipertanggungjawabkan.
Maka saya tak takut dengan ancaman tersebut. Di bilik suara hanya saya dan Tuhan yang tahu apa yang terjoblos. Ini kan rahasia, jadi tak perlu takut ketahuan. Dan pada kenyataannya saya tetap naik kelas. Semua itu hanya ancaman untuk meraih kemenangan. Tinggal bagaimana pribadi masing-masing orang dalam menanggapi hal tersebut. Dan ini sikap saya. Tak takut ancaman.
Pemilu Kedua
Pada pemilu berikutnya, pasca kerusuhan Mei 1998, saya lebih santai dalam menentukan pilihan. Apapun hasilnya tak lantas membuat kecewa dan marah-marah mengeluarkan dugaan tak berdasar. Biasa saja. Kalah menang wajar dalam sebuah pertarungan. Pertemanan pun tak lantas bubar hanya karena berbeda pilihan. Setidaknya saya bisa bebas menentukan sesuatu yang saya yakini benar tanpa pengaruh dan tekanan.
Pemilu Ketiga
Pemilu selanjutnya saya tetap memilih atas dasar apa yang saya yakini benar. Dan kali ini pilihan saya keluar menjadi pemenang. Tentu senang dan bisa berkata, "Tuh, kan pilihan gue gak salah." Dari apa yang saya lihat dan rasakan. Dari pengamatan dan kacamata pribadi. Apa yang menjadi pilihan hati saya lebih banyak benarnya. Jadi untuk apa memusingkan apa kata orang.
Pemilu Keempat dan Lima
Selanjutnya ketika pesta demokrasi Indonesia berbentuk pemilihan presiden secara langsung, saya sempat melontarkan pendapat tentang sosok yang pantas dipilih. Beberapa teman dekat dan juga keluarga inti merasa sepaham. Dan nyatanya pilihan saya menang. Puas dong. Terbukti kan apa yang saya yakini baik dan benar?
Pemilu Keenam
Hal tersebut terus berlanjut hingga pesta demokrasi yang berlangsung saat ini. Hanya saja pada pemilu 2019 ada banyak hal yang saya lihat dan alami. Dari awal kampanye sampai pada hari penjoblosan. Bukan soal perbedaan pandangan politik dan pilihan saja. Tetapi meluas ke berbagai aspek kehidupan. Hingga masalah asmara. Efek negatif dan positif dari adanya kebebasan berpendapat yang didukung dengan kemajuan teknologi benar-benar terasakan.
Hal Negatifnya
Dalam soal perbedaan pilihan. Sekarang ini sudah sampai pada tahap saling benci antar pendukung. Akibat tuduhan dan fitnah yang terlontar dari pihak yang tak suka. Sedih rasanya melihat kondisi seperti ini. Rawan perpecahan dan konflik yang tak berkesudahan.
Hilangnya akal sehat dan nurani menyebabkan orang rela memutuskan hubungan hanya karena beda pilihan. Baik itu hubungan pertemanan juga hubungan asmara.
Media sosial isinya banyak berita tak sehat. Tak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Jika tak bijak, efeknya seperti yang saya sebutkan di atas.
Hal Positifnya
Saya bisa melihat sisi lain dari orang-orang terdekat, kenalan, teman dan rekan kerja juga pasangan. Bagaimana mereka menilai, melontarkan pendapat dan bersikap terhadap pilihan yang berbeda.
Guyub di mana-mana. Terutama mereka yang fanatik terhadap salah satu kubu yang dipilih. Artinya sangat mudah sebenarnya menyatukan banyak orang. Asal tujuannya baik.
Adanya antusiasme yang tinggi untuk turut serta dalam penjoblosan. Ada rasa kecewa bila tidak bisa ikut memilih. Hal yang tak didapati pada pemilu sebelumnya. Pemilu 2019 benar-benar luar biasa.
Ada nuansa hari raya yang terasakan ketika berada di TPS. Karena warga yang sudah lama pergi dari kampung tiba-tiba datang karena ingin menjoblos. Orang-orang yang biasanya malas bersosialisasi pada hari penjoblosan keluar dari rumah. Sehingga kita bisa saling sapa meski sekedar basa basi. Setidaknya jadi tahu. "Oh, ini anaknya si Fulan? Oh, ini pasangannya si Fulan? Eh, anak si Fulan cakep juga ternyata."
Hal-hal demikian yang tak terjadi pada pesta demokrasi sebelumnya, tapi bisa dirasakan pada pesta demokrasi sekarang ini. Pemilu 2019. Semoga usai pesta semua berjalan dengan baik. Segala kebencian akibat perbedaan sirna. Hanya damai yang terasakan. Selamanya.
Pemilu Kedua
Pada pemilu berikutnya, pasca kerusuhan Mei 1998, saya lebih santai dalam menentukan pilihan. Apapun hasilnya tak lantas membuat kecewa dan marah-marah mengeluarkan dugaan tak berdasar. Biasa saja. Kalah menang wajar dalam sebuah pertarungan. Pertemanan pun tak lantas bubar hanya karena berbeda pilihan. Setidaknya saya bisa bebas menentukan sesuatu yang saya yakini benar tanpa pengaruh dan tekanan.
Pemilu Ketiga
Pemilu selanjutnya saya tetap memilih atas dasar apa yang saya yakini benar. Dan kali ini pilihan saya keluar menjadi pemenang. Tentu senang dan bisa berkata, "Tuh, kan pilihan gue gak salah." Dari apa yang saya lihat dan rasakan. Dari pengamatan dan kacamata pribadi. Apa yang menjadi pilihan hati saya lebih banyak benarnya. Jadi untuk apa memusingkan apa kata orang.
Pemilu Keempat dan Lima
Selanjutnya ketika pesta demokrasi Indonesia berbentuk pemilihan presiden secara langsung, saya sempat melontarkan pendapat tentang sosok yang pantas dipilih. Beberapa teman dekat dan juga keluarga inti merasa sepaham. Dan nyatanya pilihan saya menang. Puas dong. Terbukti kan apa yang saya yakini baik dan benar?
Pemilu Keenam
Hal tersebut terus berlanjut hingga pesta demokrasi yang berlangsung saat ini. Hanya saja pada pemilu 2019 ada banyak hal yang saya lihat dan alami. Dari awal kampanye sampai pada hari penjoblosan. Bukan soal perbedaan pandangan politik dan pilihan saja. Tetapi meluas ke berbagai aspek kehidupan. Hingga masalah asmara. Efek negatif dan positif dari adanya kebebasan berpendapat yang didukung dengan kemajuan teknologi benar-benar terasakan.
Suasana TPS 20 Larangan Indah
Hal Negatifnya
Dalam soal perbedaan pilihan. Sekarang ini sudah sampai pada tahap saling benci antar pendukung. Akibat tuduhan dan fitnah yang terlontar dari pihak yang tak suka. Sedih rasanya melihat kondisi seperti ini. Rawan perpecahan dan konflik yang tak berkesudahan.
Hilangnya akal sehat dan nurani menyebabkan orang rela memutuskan hubungan hanya karena beda pilihan. Baik itu hubungan pertemanan juga hubungan asmara.
Media sosial isinya banyak berita tak sehat. Tak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Jika tak bijak, efeknya seperti yang saya sebutkan di atas.
Hal Positifnya
Saya bisa melihat sisi lain dari orang-orang terdekat, kenalan, teman dan rekan kerja juga pasangan. Bagaimana mereka menilai, melontarkan pendapat dan bersikap terhadap pilihan yang berbeda.
Guyub di mana-mana. Terutama mereka yang fanatik terhadap salah satu kubu yang dipilih. Artinya sangat mudah sebenarnya menyatukan banyak orang. Asal tujuannya baik.
Adanya antusiasme yang tinggi untuk turut serta dalam penjoblosan. Ada rasa kecewa bila tidak bisa ikut memilih. Hal yang tak didapati pada pemilu sebelumnya. Pemilu 2019 benar-benar luar biasa.
Ada nuansa hari raya yang terasakan ketika berada di TPS. Karena warga yang sudah lama pergi dari kampung tiba-tiba datang karena ingin menjoblos. Orang-orang yang biasanya malas bersosialisasi pada hari penjoblosan keluar dari rumah. Sehingga kita bisa saling sapa meski sekedar basa basi. Setidaknya jadi tahu. "Oh, ini anaknya si Fulan? Oh, ini pasangannya si Fulan? Eh, anak si Fulan cakep juga ternyata."
Hal-hal demikian yang tak terjadi pada pesta demokrasi sebelumnya, tapi bisa dirasakan pada pesta demokrasi sekarang ini. Pemilu 2019. Semoga usai pesta semua berjalan dengan baik. Segala kebencian akibat perbedaan sirna. Hanya damai yang terasakan. Selamanya.
#pemilu2019
#pemiludamai
#pestademokrasi
#indonesiamemilih
#bloggermuslimahindonesia
Wah ... Aku sudah lupa berapa kali ikut Pemilu. Ketahuan umurnya ya mbak, hehe.
BalasHapusSiapapun pemimpin negeri ini nantinya, semoga bisa menjalankan amanah rakyat. Aamiin ^^
Aamiiin...iya Mba. Itu yang utama.
Hapus