Langsung ke konten utama

Sebab Kopi Sumatera di Amerika Saya Jatuh Cinta Dengan Kompasiana

Apabila cinta memanggilmu, ikutilah dia. Walau jalannya berliku-liku. (Kahlil Gibran)

Begitulah cinta. Penuh liku. Cinta terhadap apa pun. Termasuk cinta dengan dunia tulis menulis.

Saya sadar bahwa menulis itu tidak mudah. Tetapi karena saya senang menulis. Maka saya berusaha untuk senantiasa bisa menulis dengan baik. Meski harus jatuh bangun memulainya.

Sebuah buku memotivasi saya untuk tidak mudah putus asa ketika menemui kendala. Pembangkit semangat diri saya manakala sedang down.


Buku yang menginspirasi

Menuangkan ide, gagasan dan pengalaman melalui tulisan. Agar bisa bermanfaat bagi orang lain. Itulah niat mulia dibalik keinginan saya menulis.

Valentino Rossi, Kompasiana dan Rasa Ini

Memiliki blog pribadi salah satu upaya dalam mewujudkan niat tersebut. Berkegiatan dengan menggunakan blog dan yang terkait dengan blog.

Selanjutnya terbersit juga untuk memiliki akun di Kompasiana. Sebab saya kerap membaca artikel-artikel menarik yang ada di Kompasiana.

Tentu menjadi kebanggaan tersendiri jika tulisan kita bisa ada di Kompasiana. Dibaca oleh orang-orang hebat yang sudah lebih dulu berkiprah di Kompasiana. Apalagi Kompasiana ada moderatornya. Jadi tulisan yang tayang di sana meski sepenuhnya menjadi tanggung jawab si penulis, namun sudah melalui proses moderasi. Sehingga isi tulisan pun tidak sembarangan. Bahkan ada yang mendapat label tulisan "pilihan" dan juga "artikel utama."

Proses membuat akun di Kompasiana segera saya lakukan mengikuti prosedur. Namun entah ada kesalahan di mana, saya selalu gagal setiap kali membuat akun. Kesal. Itu yang saya rasakan. Sehingga malas lagi untuk membuat akun. Putus asa  menghampiri diri saya. Lupakan Kompasiana.

Cukup lama saya putus asa dengan Kompasiana. Tiba-tiba muncul hasrat yang begitu menggebu dalam hati ini untuk bisa menulis di https://www.kompasiana.com. Kalau tidak salah sekitar tahun 2015 akhir. Usai menonton motoGP, saya membaca tulisan-tulisan menarik di media online terkait Valentino Rossi.

Tangan ini gatal sekali untuk memberi komentar pada artikel yang saya baca. Tetapi untuk bisa berkomentar harus masuk ke dalam akun terlebih dulu. Maka saya bertekad keras untuk bisa membuat akun di Kompasiana. Alhamdulillah kali ini berhasil. Bukan main senangnya perasaan saya saat itu. Dengan segera saya tuangkan apa yang terasakan di hati dan kepala ini ke dalam tulisan.

Usai menulis tinggal di publish. Beres kan? Seharusnya. Tetapi lagi-lagi saya harus kecewa. Kok sulit sekali mempublish tulisan ini. Saya sampai terkantuk-kantuk hingga tertidur menunggu hasil tulisan yang masih loading terus.

Saya terkejut ketika terbangun dan mendapati akun saya masih menyala. Begitu saya lihat, seketika kantuk saya hilang. Tulisan saya sudah terpublish dan terdapat kata "pilihan" di sana. Yeaaaah, akhirnya saya sukses menulis di Kompasiana.

Tulisan pertama saya di Kompasiana

Saya langsung share tulisan tersebut kepada teman-teman yang senior. Sebagai ungkapan rasa senang sekaligus meminta kritik dan sarannya. Alhamdulillah mereka mensupport semua yang saya lakukan.

Serba-serbi Menulis di Kompasiana

Setelah sukses dengan tulisan pertama tidak lantas membuat saya lancar jaya menulis di Kompasiana. Niat hati ingin rajin memposting tulisan di sana. Namun ada saja kendalanya. Loading yang lama, upload foto yang gagal terus. Semua itu kembali membuat saya down. Jadi malas mau menulis lagi.

Jarak tulisan pertama ke tulisan berikutnya cukup jauh. Saya lebih fokus menulis di blog pribadi. Suatu hari saya mendapat info tentang lomba menulis. Dan menuliskan nya harus di akun Kompasiana. Saya jadi teringat akun di Kompasiana yang sudah jarang ditengok. 

Berhubung saya tertarik dengan tema dalam lomba tersebut akhirnya saya mulai menulis lagi di Kompasiana. Ada atau tak ada lomba, saya berusaha rajin menulis di sana. Menulis adalah ketrampilan jadi harus sering dilatih. 

Apalagi setelah saya membaca buku "Kopi Sumatera di Amerika" karya Yusran Darmawan, Kompasianer of The Years 2013. Banyak hal baik yang saya dapatkan dari membaca buku ini. 

Walau hanya menulis di blog, selama dilakukan dengan baik dan untuk kebaikan maka hasilnya pun akan baik. Saya jadi termotivasi untuk rajin menulis. Apalagi dalam buku tersebut dikatakan kalau admin Kompasiana tuh baik-baik. Saya pikir karena saya pendatang baru jadi sama adminnya tulisan saya suka dipending. Ternyata bukan begitu. 

Adminnya baik-baik katanya. Mungkin memang ada masalah di sinyal atau apa. Duh, maaf ya admin sempat buruk sangka. Sekarang sih saya enggak ragu-ragu lagi memproklamirkan diri sebagai Kompasianer.

Pokoknya menulis saja dengan baik. Setiap tulisan pasti menemukan jalannya. Dan terbukti. Setelah sekian lama menulis di Kompasiana, akhirnya tulisan saya ada yang mendapat label "Artikel Utama." Wah, sebagai penulis pemula ini merupakan kebanggaan tersendiri bagi saya. 

Tulisan saya dengan label "Artikel Utama"

Setelah itu mulailah saya giat menulis artikel, selanjutnya saya menantang diri ini untuk menulis fiksi. Dengan mengikuti lomba "Cerita Mini" yang diselenggarakan oleh Fiksiana Community. Masih menulis di akun Kompasiana. 

Saya yang merasa butuh perjuangan dalam menulis fiksi ini merasa kaget dan tak percaya. Ketika nama saya ada dalam daftar pemenang. Wow...

Tulisan saya yang mendapatkan apresiasi

Saya jadi semakin bersemangat untuk menulis, blog walking dan mengikuti kegiatan yang diadakan oleh Kompasiana. 

Beberapa acara off air coba saya ikuti. Nangkring Bareng Menteri Pendidikan dan Kebudayaan merupakan acara pertama yang saya ikuti. Meski tak kenal dengan satu pun Kompasianer yang hadir, saya cuek saja. Intinya ingin menambah wawasan dan juga kawan. 

Pertama Nangkring jumpa idola

Dalam acara ini saya bisa bertemu langsung dengan jurnalis Kompas TV yang saya kagumi. Rossi. Tentu saja saya merasa senang. Semua ini karena Kompasiana. Terima kasih Kompasiana.

Sejak itu saya sempat beberapa kali mengikuti acara Nangkring yang diadakan oleh Kompasiana. Saya jadi mengenal beberapa Kompasianer yang tulisannya kerap saya baca. Diantaranya ibu Sita DK.

Bersama ibu Sita DK

Di luar acara Kompasiana saya sempat juga bertemu lagi dengan ibu Sita DK. Senang rasanya bertemu dengan beliau yang pengalamannya sudah segudang. Yang tulisannya mengenai traveling sangat menggoda hati untuk bisa seperti beliau juga.

Selain itu saya juga mulai mengenal beberapa Kompasianer yang tergabung dalam KOMiK. Komunitas Pencinta Film Kompasiana. Wah, menyenangkan bisa gabung dengan kegiatan mereka. 

Nobar bareng KOMiK

Dari kegiatan ini referensi bacaan dan tulisan saya bertambah. Saya mulai menulis tentang film. Tertarik mengulas tentang film. Hasilnya? Kembali nama saya masuk dalam deretan pemenang. Alhamdulillah. Tulisan saya mendapat apresiasi lagi.

Tulisan saya yang mendapat apresiasi lagi

Apakah saya bangga dengan pencapaian tersebut? Tentu iya. Bohong kalau tidak senang dan bangga. Tetapi tidak lantas membuat saya membusungkan dada. 

Sebagai penulis pemula hal tersebut menjadi cambuk penyemangat bahwa saya bisa kalau saya mau bersungguh-sungguh dan pantang putus asa. Jadi harus terus belajar dan menambah wawasan.

Lekas putus asa. Itu menjadi semacam kelemahan diri saya. Namun tiap kali perasaan itu muncul, saya teringat perjuangan dan semangat si penulis "Kopi Sumatera di Amerika." 

Karena membaca buku ini saya jadi sayang-sayang kalau mau mengabaikan akun di Kompasiana. Saya banyak mendapat ilmu dari tulisan-tulisan Kompasianer. Satu waktu pernah saya tidak bisa login ke akun Kompasiana.

Wah, paniknya bukan main. Segala cara saya lakukan. Tetapi tetap tidak bisa login. Akhirnya saya email adminnya. Alhamdulillah setelah dipandu melalui email. Saya bisa kembali login di Kompasiana. 

Wah, rupanya saya sudah jatuh cinta dengan Kompasiana. Karena ada rasa takut kehilangan ketika tak bisa login. Lebay? Memang. (EP)


#11TahunKompasiana
#BeyondBlogging
#GueKompasianer






























Komentar

  1. Kalau aku malah kenal Kompasiana dulu sebelum blog pribadi Mbak. Semangat berkarya!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, iya tah Mba. Terima kasih atas supportnya.

      Hapus
  2. wah, selamat ya atas pencapaiannya selama ini di dunia kompasiana

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih Mba. Masih harus banyak belajar lagi nih Mba... hehehe

      Hapus
  3. mantap Mbak, inspiring sekali kisahnya. pantang menyerah.

    BalasHapus
  4. Wah keren Mbak, Aku juga pengen banget bisa nulis di Kompasiana tapi belum jadi2 hehe.. semoga selalu semangat berkarya ya Mbak

    BalasHapus
  5. Keren banget mba Denik. Saya sudah bikin akun di kompasiana tapi belom diisi2.. Hiyaa..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayo diisi lagi Mba. Nanti saling follow... hehehehe

      Hapus
  6. Aku blm pernah nyoba nulis di kompasiana. Suatu saat ingin coba. Makasih mba informasinya :)

    BalasHapus
  7. jadi ingat kalau belum pernah nulis lg di Kompasiana. mbak keren deh berkali-kali jawara. memang tulisannya bagus nan mengalir

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihi...ayo Mba nulis lagi. Isi lagi. Nanti saling follow.

      Hapus
  8. Selamat ya mba beberapakali menang lomba dari Kompasiana, memang harus rajin menulis dan semangat ya kayak mba. Semangat terus mba

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Mba. Pokoknya semangat aja dulu... hehehehe

      Hapus
  9. Hebat mba...Lihat mbanya yang sangat bersemangat, jadi pengiin...Bismillah semoga bisa segera coba nulis di Kompasiana.

    BalasHapus
  10. Wahh, aku juga baca nih buku Yusran Darmawan.
    Mbak luar biasa, nih, bisa nulis di berbagai plattform, aku malah ingat akun kompasianaku yang belum tersentuh lagi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, bagus kan ya Mba bukunya. Pokoknya semangat aja dulu.. hehehehe

      Hapus
  11. Mbak Denik keceh... inspiring banget. Selamat untuk semua pencapaiannya, dan semangat terus berkarya Mbakkuh

    BalasHapus
  12. Kereen.. selamat untuk achievement nya ya mbak, terus semangat jadi Kompasianer :)

    BalasHapus
  13. amazing! luar biasa mba... semangat terus mba

    BalasHapus
  14. MasyaAllah keren mbak Denik sudah bisa masuk kompasiana. Semangat terus mbak. Karena semangat itu yang akan tetap membuat kita tidak lelah untuk berkarya. Sukses ya mbak Denik.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar Mba. Kalau tak ada semangaaaattt tentu malas mau ngapain juga hehehehe. Terima kasih atas supportnya ya Mba.

      Hapus
  15. Saya belum punya akun di Kompasiana. Mau bikin belum jadi, takut enggak keurus karena kebanyakan daftar platform huhuhuhu...
    Selamat atas banyak pencapaiannya ya mbak, semoga tulisannya selalu bermanfaat. Aamiin.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiiin. Terima kasih Mba. Iya sih. Saya juga masih belum rutin menulis di sana.

      Hapus
  16. Daku juga mengenal dunia logging berawal dari kompasiana. Dari situlah daku tahu yang namanya acara kopdar, sebutan blogger, dan pasti goodiebagnya haha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahaha... goodie bag itu sesuatu sekali ya Mba. Bikin penasaran.

      Hapus
  17. Keren ni h, Mbak Denik. Saya jadi inget akun Kompasiana saya yg sudah lama tidak saya tengok, hehe. Sudah kenal Kompasiana sejak 2014. Sekarang semakin keren saja ya Kompasiana ini. Sip :) Kapan2 mau saya tengokin lagi, ahh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayo..ayo yang punya akun ditengok lagi. Jangan lupa follow aku... hehehehe

      Hapus
  18. Masya Allah, keren sekali, Mbak...Saya baru mau nyoba nulis di kompasiana. Sayang baru mulai bikin akun aja tapi belum berani kirim artikelnya..hihi. Semangat terus, Mbak untuk menginspirasi.. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih Mba. Wah, kalau Mba yang menulis bisa headline terus itu...hihihi

      Hapus
  19. Saya kenal kompasiana tu ga sengaja. Teman saya kompasianer Jogja. Karena banyak acara bagus dari k jogja yang hanya bisa diikuti yg syaratnya punya akun K. Senang kenal dengan akun kompasiana.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, iya benar itu Mba. Acara bagus Kompasiana harus punya akunnya. Btw kita sudah berteman belum ya di Kompasiana... hehehe

      Hapus
  20. Sebelumnya Saya kurang tahu tentang kompasiana. Baca postingan Mbak ini baru saya ngeh ternyata kalau bikin akun di kompasiana aturannya agak ketat ya. Nggak kayak buat akun blog. Tapi salut deh dengan perjuangan menulis Mbak di Kompasiana. Sampai meraih beberapa penghargaan dan lomba gitu. Ya, semoga ke depannya makin produktif menulis ya Mbak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih Mba. Mungkin pas saya aja loadingnya sulit. Pada dasarnya sih mudah kok.

      Hapus
  21. Waaah.. keren nih. Saya malah belum pernah ngulik kompasiana sama sekali.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih Mba. Yuk Ayuk kulik-kulik Kompasiana... hehehehe

      Hapus
  22. Terimakasih artikelnya menarik, semoga sukses selalu,.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Misteri Pohon Besar di Kalibata City Apartement

Saat saya sedang berjalan-jalan di Kalibata City Apartment, Jakarta Selatan. Pandangan saya tertarik pada sebuah pohon besar di samping belakang apartement. Ukuran pohonnya memang besar sekali. Pikir saya. ”Kenapa tidak ditebang? Bisa bahaya kalau roboh.”  Dokumen pribadi Saya pun iseng menanyakan hal tersebut kepada kawan yang sudah lama tinggal di sana. Jawabannya sungguh membuat merinding bulu kuduk.  “Gak ada yang bisa menebang pohon tersebut. Karena banyak penunggunya. Setiap malam ada saja yang melihat penampakan-penampakan dibawah pohon itu.”  Hiiii...Seram juga ya, pikir saya. “Makanya ada semacam meja kecil diatas pohon itu. Untuk tempat sesajen. Biar penunggunya gak mengganggu orang-orang di sini,” papar kawan saya. Diam-diam ada rasa penasaran dalam hati saya. Seperti apa sih pohon itu jika dilihat dari dekat?  Maka saya pun mendekati pohon tersebut. Memang besar sekali. Terlihat dari batangnya yang besar dan tinggi. Nama pohonnya ternyata pohon mahoni. Usianya lebih

Alhamdulillah Bisa Kentut

Uuupppss!!! Ini bukan bicara jorok atau kotor. Tapi hanya untuk mengingatkan. Bahwa maaf, kentut itu termasuk anugerah terindah yang patut disyukuri. Loh! Kok? Eits, jangan bengong begitu ah. Coba saja rasakan ketika kita beberapa hari ternyata enggak bisa kentut. Rasanya ini perut kembung dan enggak enak. Tapi begitu bisa kentut. Rasanya legaaaa...sekali. Bisa terbayang toh bagaimana mereka yang tidak bisa kentut atau BAB (Buang air besar) akhirnya harus ke rumah sakit untuk diambil tindakan. Maka bersyukurlah kita yang bisa kentut setiap saat. Selama ini kita mengucapkan syukur itu jika berhubungan dengan rezeki dan sesuatu yang menyenangkan.  "Alhamdulillah dagangan hari ini ludes."  Atau  "Alhamdulillah si kakak juara kelas." Sangat jarang jika mengeluarkan kentut langsung mengucap Alhamdulillah. Padahal kentut salah satu nikmat yang luar biasa.  Jadi mulai sekarang biasakan mengucap syukurnya bukan saja ketika berhubungan dengan rezeki dan gengsi.

Gaya Rambut Muslimah yang Dianjurkan

Gaya rambut seseorang biasanya mengikuti karakter diri orang tersebut. Jika ia seorang yang aktif dan energik. Maka gaya rambut yang dipilih biasanya model Demi Moore. Itu loh si cantik di film Ghost. Gaya rambut ala Demi Moore Image foto by Lifestyle Okezone Gaya rambut ala Demi Moore sempat nge-hits di jamannya. Atau gaya rambut ala Putri Diana. Mendiang istri Pangeran Charles dari Inggris ini tetap cantik dan anggun meski berambut pendek. Gaya rambut ala Putri Diana Image foto by pinteres Bagi orang yang memiliki rambut panjang disebut sebagai orang yang sabar. Karena memiliki rambut panjang memang butuh kesabaran. Terutama dalam hal perawatan. Image foto by tagged.com Sementara orang yang menyukai gaya rambut pendek disebut sebagai orang yang tidak sabaran. Ingin serba cepat dalam bertindak. Tentu orang yang seperti ini tidak akan sabar kalau harus merawat rambut. Itu semua pendapat yang saya yakini ketika belum berhijab. Setelah berhijab dan mengetahui