Langsung ke konten utama

"150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi" Karya Bersama di Tahun 2021

Senantiasa berbuat baik dan terus berkarya menjadi salah satu ritual yang saya lakukan dalam menjalani kehidupan. Pokoknya berbuat baik saja meski di mata orang nilainya tidak seberapa. Sepol kemampuan saja. Bukan demi nama baik atau ingin kesohor sehingga diada-adakan agar terlihat wah. Semata-mata lilahi ta'ala.

Dokumen pribadi

Dalam berkarya juga demikian. Tidak ada niat supaya terkenal atau dikenal. Menulis, menulis saja. Ngeblog, ngeblog saja. Pokoknya menulis yang baik-baik. Diniatkan untuk kebaikan atas apa-apa yang kita tulis. Soal akan seperti apa hasil tulisan tersebut. Biarkan Tuhan yang tentukan. 

Percaya saja. Selama niat kita baik maka kebaikan pula yang akan menghampiri. Begitulah yang selama ini saya alami. Tak terkecuali urusan karya. Dalam hal ini berupa buku dan hasil ngeblog terkait kegiatan saya sebagai blogger yang rajin menulis buku. Uhuyyy.

Nah, mengawali tahun 2021 saya mendapatkan kehormatan diundang oleh salah satu Kompasianer senior dan panutan, Bapak Tjiptadinata Effendi untuk ikut mengirimkan tulisan yang akan dibukukan bersama Kompasianer lain. 

Bagi saya yang merasa masih unyu-unyu dan masih apalah-apalah di Kompasiana tentu merasa tersanjung. Merasa terhormat diminta untuk menjadi bagian dari buku tersebut. 

"Melambung jauh terbang tinggi bersama mimpi"

Itulah gambaran perasaan saya. Seperti penggalan lagu milik Anggun C. Sasmi. Melambung senang.

Namun dasar saya. Setelah itu saya tidak langsung mengeksekusi tawaran tersebut. Alias tidak langsung menulis seperti yang diminta. Ceritanya mereka-reka rencana dulu ingin menulis seperti apa? Gaya bener ya? Padahal pekerjaan saya kan banyak enggak melulu duduk manis sambil mengkhayalkan sesuatu agar dapat ilham untuk tulisan.

Alhasil. Dilupakan. Saya sibuk dan riweh dengan ono itu. Begitu mendapat DM untuk segera mengirimkan tulisan barulah kaget dan gedubrakkan. Apalagi DL tulisan tinggal beberapa jam lagi. 

"Astaga Deniiiik. Rasain kamu. Menyepelekan waktu sih," begitu maki hati saya.

"Coba hubungi pak ini. Masih bisa tidak? Semoga quotanya masih cukup. Bapak ini yang mengurus semuanya."

Ya, ampun. Di DM seperti itu apa enggak tambah bikin senewen. Sudah waktunya mepet. Tidak pasti lolos juga lagi. Bikin down saja.

Sebenarnya ingin mengangkat bendera kuning alias menyerah. Namun sebelum jam berdentang di angka 00.00 saya tidak boleh menyerah. Menulis saja. Lalu kirim. Kalau masih rezeki saya pasti akan lancar jaya.

Maka menulislah saya dengan hati. Sesuai apa yang saya rasakan. Setelah itu segera mengirimkannya  ke alamat email yang diberikan. Hasilnya? Pengiriman terpending terus. Astaga. Sinyal pun ikut memporak-porandakan perasaan saya yang sedang down.

Akhirnya saya mengirim pesan singkat melalui WA kepada pihak penanggung jawab. Meski dihantui perasaan tak enak sebab mengirim pesan jelang tengah malam urusan pekerjaan pula. Tidak sopan. Memang. Habis mau bagaimana lagi? Sudah DL. 

Berdebar-debar saya menunggu respon tersebut. Tak ada jawaban hingga beberapa hari. Ya, sudah pasrah. Sampai akhirnya ada pesan masuk dari pihak penerbit.

"Mba, bisa kirim fotonya untuk keperluan tulisan?"

"Hah! Jadi tulisan saya masih bisa masuk, Pak?" kata saya tak percaya.

"Masih bisa dong."

Ya ampun. Legaaanya perasaan saya. Akhirnya usaha saya berkejaran dengan DL membuahkan hasil. Saya pun segera mengirimkan beberapa foto sesuai permintaan.

Beberapa foto? Iya, karena saya tidak tahu foto mana yang bagus dan sesuai. Biar pihak penerbit saja yang memilih sendiri. Saya sampai ditertawakan.

"Banyak sekali Mba. Satu saja cukup."

"Pilih sendiri saja pak mana yang cocok dan jelas untuk dicetak," kata saya sambil tertawa. Kali ini tertawa lega. Sebab sudah mendapatkan respon. 

Setelah itu saya kembali sibuk dengan kegiatan sehari-hari. Lupa dengan urusan buku tersebut. Karena menganggapnya sudah beres.

Suatu hari saya mendapat pesan masuk tentang hasil editing tulisan saya berikut foto diri.

"Silakan diperiksa jika ada kekeliruan atau ingin diperbaiki."

Ya, ampun. Baik sekali ya pihak penerbitnya. Saya loh sudah pasrahkan. Pokoknya ngikut saja. Ternyata. 

Beberapa hari kemudian mendapat pesan lagi bahwa bukunya sudah dikirim. Wah, tentu saja saya merasa senang dan penasaran. Duh, seperti apa hasilnya?

Selang sehari rasa penasaran saya terjawab. Paket buku tersebut tiba dan saya terima dengan hati riang gembira. Apalagi setelah melihat hasilnya. 

Ya, ampun. Bagus sekali. Ukuran bukunya pun tidak biasa. Alias besar. Senang rasanya bisa menjadi bagian dari buku "150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi."

Buku tersebut menjadi goresan terindah saya di tahun 2021. Karya pertama. Meski bukan karya sendiri melainkan karya bersama. Namun perjuangan dibalik proses menulis artikel tersebut benar-benar sendiri dan menyendiri. 

Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Jika bukan karena goresan tinta-NYA tidak mungkin saya bisa satu karya dengan mereka. Terima kasih juga kepada bapak Tjiptadinata Effendi dan ibu Roselina Tjiptadinata atas kesempatan yang diberikan. Serta pihak PiMedia Publishing atas kerja keras dan kesabarannya. 

Satu hal yang menjadi catatan saya atas peristiwa tersebut.

"Jangan sekali-kali menyepelekan waktu. Sebab waktu tidak bisa kita hentikan apalagi dimundurkan. Maka manfaat waktu sebaik-baiknya."



Larindah, 27 Februari 2021



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Misteri Pohon Besar di Kalibata City Apartement

Saat saya sedang berjalan-jalan di Kalibata City Apartment, Jakarta Selatan. Pandangan saya tertarik pada sebuah pohon besar di samping belakang apartement. Ukuran pohonnya memang besar sekali. Pikir saya. ”Kenapa tidak ditebang? Bisa bahaya kalau roboh.”  Dokumen pribadi Saya pun iseng menanyakan hal tersebut kepada kawan yang sudah lama tinggal di sana. Jawabannya sungguh membuat merinding bulu kuduk.  “Gak ada yang bisa menebang pohon tersebut. Karena banyak penunggunya. Setiap malam ada saja yang melihat penampakan-penampakan dibawah pohon itu.”  Hiiii...Seram juga ya, pikir saya. “Makanya ada semacam meja kecil diatas pohon itu. Untuk tempat sesajen. Biar penunggunya gak mengganggu orang-orang di sini,” papar kawan saya. Diam-diam ada rasa penasaran dalam hati saya. Seperti apa sih pohon itu jika dilihat dari dekat?  Maka saya pun mendekati pohon tersebut. Memang besar sekali. Terlihat dari batangnya yang besar dan tinggi. Nama pohonnya ternyata pohon mahoni. Usianya lebih

Alhamdulillah Bisa Kentut

Uuupppss!!! Ini bukan bicara jorok atau kotor. Tapi hanya untuk mengingatkan. Bahwa maaf, kentut itu termasuk anugerah terindah yang patut disyukuri. Loh! Kok? Eits, jangan bengong begitu ah. Coba saja rasakan ketika kita beberapa hari ternyata enggak bisa kentut. Rasanya ini perut kembung dan enggak enak. Tapi begitu bisa kentut. Rasanya legaaaa...sekali. Bisa terbayang toh bagaimana mereka yang tidak bisa kentut atau BAB (Buang air besar) akhirnya harus ke rumah sakit untuk diambil tindakan. Maka bersyukurlah kita yang bisa kentut setiap saat. Selama ini kita mengucapkan syukur itu jika berhubungan dengan rezeki dan sesuatu yang menyenangkan.  "Alhamdulillah dagangan hari ini ludes."  Atau  "Alhamdulillah si kakak juara kelas." Sangat jarang jika mengeluarkan kentut langsung mengucap Alhamdulillah. Padahal kentut salah satu nikmat yang luar biasa.  Jadi mulai sekarang biasakan mengucap syukurnya bukan saja ketika berhubungan dengan rezeki dan gengsi.

Gaya Rambut Muslimah yang Dianjurkan

Gaya rambut seseorang biasanya mengikuti karakter diri orang tersebut. Jika ia seorang yang aktif dan energik. Maka gaya rambut yang dipilih biasanya model Demi Moore. Itu loh si cantik di film Ghost. Gaya rambut ala Demi Moore Image foto by Lifestyle Okezone Gaya rambut ala Demi Moore sempat nge-hits di jamannya. Atau gaya rambut ala Putri Diana. Mendiang istri Pangeran Charles dari Inggris ini tetap cantik dan anggun meski berambut pendek. Gaya rambut ala Putri Diana Image foto by pinteres Bagi orang yang memiliki rambut panjang disebut sebagai orang yang sabar. Karena memiliki rambut panjang memang butuh kesabaran. Terutama dalam hal perawatan. Image foto by tagged.com Sementara orang yang menyukai gaya rambut pendek disebut sebagai orang yang tidak sabaran. Ingin serba cepat dalam bertindak. Tentu orang yang seperti ini tidak akan sabar kalau harus merawat rambut. Itu semua pendapat yang saya yakini ketika belum berhijab. Setelah berhijab dan mengetahui