Ketika pertama kali membaca kabar tentang hilangnya putra Ridwan Kamil yang terseret arus Sungai Aaree di Swiss, hati saya makyes rasanya.
“Ya, Allah. Semoga baik-baik saja dan segera ditemukan.”
Saya langsung membayangkan bagaimana perasaan sang ibu, Atalia Kamil. Pasti tidak bisa dikata-kata lagi. Karena saya pernah merasakan kekhawatiran dan kecemasan yang sama.
Kejadiannya sudah lama. Saat terjadinya tsunami di Selat Sunda yang membuat Ivan Seventeen kehilangan istri dan para personil grup tersebut.
Nah, keponakan (laki-laki) saya yang masih duduk di bangku SLTA, siang harinya berangkat ke Anyer dengan teman-teman vespanya. Mereka ingin malam Mingguan di sana.
Sejujurnya saya kurang setuju mereka akan ke pantai. Dengan pertimbangan bulan Desember. Sedang musim penghujan. Ombak di laut pun kurang bagus. Saya takutnya mereka berenang di laut terus ada ombak ganas.
Duh, kepikiran segala macamlah. Tapi ibunya pikir tak apalah mumpung libur dan masih bebas. Ibunya merestui jadi ya sudah. Maka begitulah. Keponakan dan teman-temannya konvoi naik Vespa ke sana.
Begitu malamnya ada berita tsunami yang menerjang pantai Anyer. Hati saya langsung ciut. Langsung kepikiran keponakan dan teman-temannya.
Apalagi korban jiwanya banyak. Termasuk personil Seventeeen dan istri sang vokalis. Ya, Allah. Saya dan orang-orang rumah langsung mencari tahu keberadaan keponakan kami.
Saya panik sekali. Karena ponselnya tidak bisa dihubungi. Ndilalahnya kita semua tidak memiliki nomor kontak salah satu dari teman-temannya. Jelas saja kondisi tersebut membuat kami semakin panik.
Saya sudah uring-uringan. Sempat ngedumel pada ibunya.
“Tuh. Feeling gue bener kan?”
“Mending bakar jagung atau bakar ayam di rumah.”
Tapi sudah kejadian mau bagaimana lagi. Yang bisa kita lakukan adalah berdoa dan update info terbaru terus. Karena memang tak bisa dihubungi sama sekali.
Jelang tengah malam barulah saya mendapatkan kabar dari keponakan. Bahwa mereka baik-baik saja. Tidak jadi ke Anyer. Tapi ke rumah salah satu kawan.
Batere ponselnya mati. Jadi saat berganti rencana tidak bisa mengabari. Begitu tiba di tujuan dan mengetahui berita tentang tsunami di Selat Sunda. Langsung menelpon kami. Takutnya kepikiran.
Jelas saja kepikiran. Wong bilangnya ke Anyer. Setelah menerima kabar keberadaan keponakan dan teman-temannya. Hati saya terasa plong. Lega rasanya.
Saya loh yang hanya budenya. Rasanya tidak karuan hati ini mendengar kabar tentang keponakan. Apalagi ibunya. Hal tersebutlah yang pasti dirasakan oleh Atalia Kamil terkait hilangnya sang anak.
Saya hanya bisa berdoa semoga Eril bisa segera ditemukan. Bagaimana pun kondisinya. Kita mintakan yang terbaik saja pada sang pemilik hidup. Aamiin. (EP)
Komentar
Posting Komentar