Jepit rambut. Bagi kaum perempuan dengan rambut melebihi bahu bukan barang baru. Bisa jadi malah menjadi pernak-pernik yang wajib ada selain karet untuk menguncir rambut.
Jepit rambut penuh kenangan (dok. Denik)Fungsinya ya itu tadi. Untuk mengikat atau menguncir rambut. Jadi yang namanya karet kuncir atau jepit rambut pahamlah ya. Punya juga pastinya.
Nah, saya memiliki beberapa jepit rambut. Salah satunya jepit rambut motif warna orange ini. Sekilas biasa saja. Sama seperti jepit rambut pada umumnya. Digunakan untuk menjepit rambut agar tidak berantakan.
Bedanya jepit rambut ini dengan lainnya, usia dan kenangan yang melekat padanya. Jepit rambut ini sudah berusia 15 tahun. Saya beli tahun 2008 di Mall Ciputra yang dulunya bernama Citraland. Masih bagus meski usianya sudah 15 tahun.
Awet ya? Padahal sering dipakai dalam keseharian. Biasanya bagian bawah yang untuk menjepit rambut sering lepas. Kalau masih bisa dilem atau apalah, maka bisa digunakan lagi. Kalau tidak ya sudah dibuang.
Nah, jepit rambut saya ini belum pernah rusak atau ada yang copot. Dari dulu begitu saja. Menarik bukan? Menariknya lagi. Jepit tersebut pemberian anak murid les.
Dulu sekali saya pernah mengajar play group. Tepatnya tahun 2002-2004. Nah, mulai tahun 2004-2019 saya mengajar les privat saja. Salah satu murid les inilah yang membelikan saya jepit rambut.
Ceritanya murid saya ini ulang tahun. Usai belajar mestinya saya kan pulang. Eh, diajak makan dulu ke mall Ciputra. Tentu saja bersama orang tuanya. Karena murid saya ini kelas 4 SD.
Selesai makan keliling mall dulu sebentar. Di sebuah toko pernak-pernik murid saya minta waktu sebentar pada saya karena ingin mencari sesuatu. Tentu saja saya temani masuk.
Hubungan saya dengan anak murid dan orang tuanya sudah seperti keluarga. Karena biasanya saya mengajar les privat sejak si anak usia TK. Mulai dari belajar membaca sampai kelas 6 SD baru ganti murid.
Di dalam toko pernak-pernik saya hanya melihat-lihat saja. Tidak ada yang ingin dibeli. Tiba-tiba murid saya menghampiri.
"Bu, bagus mana jepitnya?" ujarnya sambil menyodorkan beberapa jenis jepit rambut.
Saya pun meneliti dengan seksama. Membolak-balikkan jepit rambut agar tidak salah pilih.
"Ibu sih sukanya yang ini. Tapi terserah kamu lebih suka yang mana. Yang ini juga bagus. Sayang warnanya pink. Ibu enggak suka."
Anak murid saya senyum-senyum saja. Dia tahu saya tidak suka warna pink. Sementara dia sebaliknya. Namanya dimintai pendapat. Jadi kalau sesuai selera, saya jelas pilih jepit yang warna orange. Kalau untuk anak murid jelas yang warna pink cocok sekali.
Selesai membeli jepit di toko pernak-pernik, kita pun pulang. Saya ikut ke rumah orang tua murid lagi. Karena motor saya di sana. Tiba di rumah orang tua murid. Saya pun segera pamit.
"Bu, tunggu. Ini buat ibu," kata anak murid saya.
"Jepit rambut yang tadi."
"Lho, bukannya kamu yang tadi mau beli? Kenapa jadi ibu yang dikasih."
"Ya, aku beli satu yang warna pink. Yang ini buat ibu. Pilihan ibu tadi itu."
"Oalaaah, kamu yang ulang tahun kenapa jadi ibu yang dikasih hadiah," kata saya sambil senyum-senyum.
"Saking cintanya sama bu Erni. Kalau beli apa-apa suka dipisahkan. Ini untuk Bu Erni," ujar ibu dari orang tua murid saya.
Saya dan si ibu tertawa sambil melirik anak murid yang senyum-senyum malu. Sore yang indah dibelahan Barat Jakarta kala itu. (EP)
Note:
Tulisan ini tayang juga di Kompasiana.com/denik13
Komentar
Posting Komentar