Pada hari Sabtu dan Minggu, 10-11 Maret 2018 yang lalu, saya mendapat kesempatan untuk menghadiri Perayaan 30 Tahun Balada Si Roy. Sebuah novel remaja era 90-an karya Gol A Gong.
Balada Si Roy awalnya adalah sebuah cerita bersambung yang ada di Majalah Hai. Majalah remaja cowok kala itu. Pertama kali dimuat pada 8 Maret 1988. Tanggal itulah yang kemudian dijadikan sebagai hari ulang tahun Balada Si Roy.
Cerita bersambung tersebut begitu digemari oleh pembacanya. Baik laki-laki maupun perempuan. Saya salah satunya. Karena merasa bahwa cerita yang ada di Balada Si Roy itu "Gue banget." Siapapun yang membacanya akan merasa kalau sosok si Roy dalam Balada Si Roy itu ya gue banget.
Balada Si Roy awalnya adalah sebuah cerita bersambung yang ada di Majalah Hai. Majalah remaja cowok kala itu. Pertama kali dimuat pada 8 Maret 1988. Tanggal itulah yang kemudian dijadikan sebagai hari ulang tahun Balada Si Roy.
Cerita bersambung tersebut begitu digemari oleh pembacanya. Baik laki-laki maupun perempuan. Saya salah satunya. Karena merasa bahwa cerita yang ada di Balada Si Roy itu "Gue banget." Siapapun yang membacanya akan merasa kalau sosok si Roy dalam Balada Si Roy itu ya gue banget.
Kok bisa seperti itu? Sebab cerita Balada Si Roy berkisah tentang kegelisahan kita para remaja usia SMA yang diwakilkan oleh sosok si Roy itu. Bandel, tidak suka terikat aturan, ingin bebas, senang berpetualang dan melakukan hal-hal baru yang menurut orang lain dibilang konyol.
Tapi pada dasarnya memiliki rasa empati yang tinggi, solidaritas yang juga tinggi, berjiwa sosial dan sayang terhadap orang tua. Hanya saja gaya dan penampilan Si Roy yang seenaknya dan petualang sekali dengan sepatu gunung, kemeja flanel kotak-kotak dan tas ransel, membuatnya disebut cowok urakan. Padahal itu bentuk lain pencarian jati diri.
Semua itu memang mewakili kondisi dan keadaan yang dialami oleh para remaja saat itu. Jadilah si Roy tokoh yang diidolakan oleh remaja dengan jiwa-jiwa petualangan.
Pada tahun 1989 Balada Si Roy dicetak dalam bentuk buku oleh Gramedia. Terdiri atas sepuluh seri. Dan begitu digemari oleh para remaja di seluruh Indonesia.
Tapi pada dasarnya memiliki rasa empati yang tinggi, solidaritas yang juga tinggi, berjiwa sosial dan sayang terhadap orang tua. Hanya saja gaya dan penampilan Si Roy yang seenaknya dan petualang sekali dengan sepatu gunung, kemeja flanel kotak-kotak dan tas ransel, membuatnya disebut cowok urakan. Padahal itu bentuk lain pencarian jati diri.
Semua itu memang mewakili kondisi dan keadaan yang dialami oleh para remaja saat itu. Jadilah si Roy tokoh yang diidolakan oleh remaja dengan jiwa-jiwa petualangan.
Pada tahun 1989 Balada Si Roy dicetak dalam bentuk buku oleh Gramedia. Terdiri atas sepuluh seri. Dan begitu digemari oleh para remaja di seluruh Indonesia.
Bersama sahabat Balada Si Roy dari berbagai daerah
Tak terasa pada 8 Maret 2018 ini Balada Si Roy sudah 30 tahun berlalu. Bertempat di Rumah Dunia, Serang, kampung si Roy. Digelar sebuah perayaan 30 Tahun Balada Si Roy. Dan Balada Si Roy siap diangkat ke layar lebar. Begitu wacana yang bergulir seperti itu. Harapannya semoga terwujud. Aamiin.
Antusias dari para sahabat Balada Si Roy (sebutan bagi pencinta Balada Si Roy) sangat tinggi. Pada perayaan itu sahabat Balada Si Roy dari seluruh Nusantara berkumpul di Rumah Dunia. Ikut merayakan dan memberi dukungan atas rencana Balada Si Roy diangkat ke layar lebar (film). Apalagi sang produser dan sutradara turut hadir dalam acara tersebut. Tentu moment yang tidak akan disia-siakan.
Antusias dari para sahabat Balada Si Roy (sebutan bagi pencinta Balada Si Roy) sangat tinggi. Pada perayaan itu sahabat Balada Si Roy dari seluruh Nusantara berkumpul di Rumah Dunia. Ikut merayakan dan memberi dukungan atas rencana Balada Si Roy diangkat ke layar lebar (film). Apalagi sang produser dan sutradara turut hadir dalam acara tersebut. Tentu moment yang tidak akan disia-siakan.
Berbagai acara digelar dalam perayaan 30 tahun Balada Si Roy. Mulai dari pembuatan buku tentang si Roy yang menginspirasi para pembacanya, bedah buku, pembacaan puisi, panggung musik dan tentu saja makan-makan.
Sebelum perayaan 30 tahun Balada Si Roy, acara yang sama pernah digelar di daerah Bandung. Tepatnya pada 25 tahun Balada Si Roy. Tetapi saat itu saya belum bergabung dengan sahabat Balada Si Roy.
Sebelum perayaan 30 tahun Balada Si Roy, acara yang sama pernah digelar di daerah Bandung. Tepatnya pada 25 tahun Balada Si Roy. Tetapi saat itu saya belum bergabung dengan sahabat Balada Si Roy.
Acara pembukaan oleh Gol A Gong
Acara pembacaan puisi oleh Toto St Radik
Saya termasuk generasi pertama pembaca Balada Si Roy. SMP pertama kali membacanya melalui majalah Hai. SLTA baru mengoleksi bukunya yang sepuluh seri itu. Tahun 2015 baru bertemu dengan si Roy yang nyata alias penulisnya, Gol A Gong. Rangkaian kisah haru biru mewarnai perjalanan saya untuk mendapatkan si Roy. Kisah tersebut akan saya ulas dalam catatan berikutnya.
Di sini saya akan mengulas tentang bagaimana sebuah buku mampu mempertemukan kami sahabat Balada Si Roy dari penjuru Nusantara. Semua itu karena kekuatan kata-kata yang ada dalam Balada Si Roy. Kami yang tidak saling kenal, atau ada yang sudah mengenal melalui dunia maya, bertemu dan berkumpul layaknya keluarga yang sudah lama terpisah.
Saling melepas rindu dan bernostalgia tentang masa lalu. Masa-masa muda dulu. Apalagi code dress yang ditentukan, kemeja flanel kotak-kotak, celana jeans dan ransel menjadikan kami serasa muda kembali. Jiwa muda kami terbangkitkan kembali. Padahal usia generasi pertama pembaca Balada Si Roy sudah berkisar kepala empat. Tapi dalam perayaan tersebut kami seolah-olah seperti masih belasan tahun.
Bersama Tias Tatanka dan penggiat literasi asal Tangerang, Cilegon
Bersama adik-adik kelas menulis rumah dunia
Bersama sahabat Balada Si Roy asal Mojokerto
Energi yang dimunculkan memang sungguh luar biasa. Saya pribadi merasa kalau Balada Si Roy sangat menginspirasi. Dan sangat membantu dalam pembentukan jati diri.
Sebagai kado dalam perayaan 30 tahun Balada Si Roy, saya sengaja datang dari Tangerang menuju Rumah Dunia, Serang dengan mengendarai sepeda. Bukankah itu sangat jauh? Memang. Dan Alhamdulillah saya bisa. Serta merasa muda saja seperti pertama kali berpetualang di era 90-an dulu.
.Sebagai kado dalam perayaan 30 tahun Balada Si Roy, saya sengaja datang dari Tangerang menuju Rumah Dunia, Serang dengan mengendarai sepeda. Bukankah itu sangat jauh? Memang. Dan Alhamdulillah saya bisa. Serta merasa muda saja seperti pertama kali berpetualang di era 90-an dulu.
Bersama Gol A Gong sang penulis Balada Si Roy
Selain itu saya yang dalam keseharian hampir senantiasa mengenakan kain dan kebaya, khusus hari itu memakai kebaya dari bahan flanel kotak-kotak dan kain dari bahan jeans. Penampilan biasa yang tak biasa.
Satu hal lagi sebagai bentuk apresiasi saya terhadap si pengarang yang karyanya sudah begitu menginspirasi. Hari itu saya untuk pertama kalinya juga tampil boys dengan celana jeans, kaosan dan kemeja kotak-kotak. Setelah hijrah dan berhijab saya tak lagi mengenakan celana panjang. Tapi hari itu pengecualian.
Satu hal lagi sebagai bentuk apresiasi saya terhadap si pengarang yang karyanya sudah begitu menginspirasi. Hari itu saya untuk pertama kalinya juga tampil boys dengan celana jeans, kaosan dan kemeja kotak-kotak. Setelah hijrah dan berhijab saya tak lagi mengenakan celana panjang. Tapi hari itu pengecualian.
Sesi diskusi tentang video traveling
Sahabat Balada Si Roy bersama penulis Balada Si Roy, produser dan sutradara
Apakah saya merasa terpaksa melakukan hal itu? Tentu tidak. Justru merasa senang dan kembali muda. Memang baru sebatas ini yang bisa saya lakukan. Ke depannya semoga banyak hal baik yang bisa dilakukan.
Betapa kata mampu mengubah kita. Betapa besar makna yang terkandung dalam setiap kalimat yang diucapkan. Dan betapa kata mampu menyatukan kita.
Betapa kata mampu mengubah kita. Betapa besar makna yang terkandung dalam setiap kalimat yang diucapkan. Dan betapa kata mampu menyatukan kita.
Buku Balada Si Roy seri 1-10
#30thnbaladasiroy
#filmbaladasiroy
#roymoment
#royfilm
#DIP
#filmbaladasiroy
#roymoment
#royfilm
#DIP
Mbak Denik, salut masih oke banget staminanya dengan bersepeda ke Serang!
BalasHapusBalada Si Roy memang melegenda ya...Dan Gol A Gong bukan Balada si Roy saja. Beberapa cerpen lepasnya yang menghiasi berbagai media benar-benar menginspirasi dan menebar semangat.
Alhamdulillah Mbaa masih diberi kekuatan sedemikian rupa. Iya, betul. Karya-karya Gol A Gong yang lain juga cukup menginspirasi.
HapusMbak Denik hebat nih kisahnya. Roy emang inspirator. Lanjutkan kisah lain Mbak. Salam kenal. :)
BalasHapusSalam kenal kembali Mba. Terima kasih sudah berkunjung.
Hapus