Langsung ke konten utama

Sabtu Bersama Oma

Sabtu Bersama Oma. Terinspirasi dari salah satu judul buku karya Adhitya Mulya "Sabtu Bersama Bapak." Saya pun tertarik mengabadikan kebersamaan dengan Oma Stella lewat tulisan di blog. 

Mengutip ucapan  Pramoedya Ananta Toer, 

"Menulis adalah bekerja untuk keabadian. Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah."

Dengan semangat itulah saya menulis. Kemudian mengabadikan setiap pengalaman dan peristiwa yang dialami ke dalam bentuk tulisan. Termasuk kebersamaan dengan Oma Stella.


Oma siapa? Sejak kapan Lo punya Oma? Elo kan orang Jawa ye? Yang ada Embah kali. Eyang atau nenek. Lagian Lo punya nenek kan udah lama enggak ada."

Begitu pertanyaan yang terlontar pada saat saya memposting foto kebersamaan dengan Oma Stella. Mereka yang mengenal saya tentu bertanya-tanya. Siapa Oma Stella itu?

Perkenalan dengan Oma Stella

Saat itu tanggal 21 April 2019. Saya mendapat undangan untuk menghadiri acara di Kedai Sirih Merah, Jakarta. Mengenang Ny. Auw Tjoei Lan, Inspirasi Perempuan Tionghoa. Demikian acara yang tercantum dalam undangan. Sebagai bagian dari peringatan Hari Kartini. 

Dokumen pribadi

Tentu saja saya menyambut dengan gembira undangan tersebut. Saya tertarik dengan sosok yang diangkat dalam acara tersebut. Pokoknya tanggal tersebut saya kosongkan hanya untuk menghadiri acara ini. 

Sebab di tanggal yang sama banyak undangan yang masuk. Kebetulan saya pencinta kain dan kebaya. Sehingga momen Hari Kartini sangat pas bagi mereka para pencinta kain dan kebaya untuk terlibat dalam kegiatan semacam itu.

Dokumen pribadi

Acara di Kedai Sirih Merah tersebut membahas tentang Ny. Lie melalui buku yang ditulis oleh A. Bobby PR dengan judul "Ny. Lie Tjian Tjoen (Mendahului Sang Waktu."

Acara tersebut juga menghadirkan Oma Stella selaku keluarga dari Ny. Lie sebagai pembicara mendampingi sang penulis. Dari sinilah saya mengenal Oma Stella.

Rumah Orangtua Tuna Netra Menggelitik Hati ini

Secara keseluruhan acara di Kedai Sirih Merah tersebut sangat menarik dan inspiratif. Saya yang kebetulan mendapat tugas juga untuk meliput acara tersebut, agak riweh mengambil gambar di sana-sini. Sehingga agak terpecah fokus diri ini. Antara mengupas tentang bedah buku tersebut dan tentang acara tersebut.

Akhirnya lebih fokus tentang acara tersebut sebagai acara peringatan Hari Kartini yang tidak biasa. Sebab menampilkan sosok perempuan Tionghoa yang ternyata kiprahnya sangat luar biasa sekali. Salah satu warisan Ny. Lie bagi kemanusiaan adalah yayasan Hati Suci yang juga tak asing di telinga saya. Bahkan beberapa kali saya pernah melintas di sana. Di Jalan Kebon Sirih, Jakarta.

Dalam sesi tanya jawab antara pembicara dan tamu undangan. Saya sekilas mendengar Oma Stella bercerita tentang Yayasan Rumah Orangtua Tuna Netra yang ada di Bandung. Entah kenapa terbersit dalam benak ini untuk suatu saat mengunjungi tempat tersebut. 

Dalam benak ini langsung bermunculan berbagai rasa keingintahuan. Juga keinginan untuk berbincang-bincang lebih jauh dengan Oma Stella terkait hal tersebut. Namun segera saya tepis keinginan tersebut. Saya harus fokus dengan tugas meliput acara yang sudah diberikan. Bukan malah memikirkan keinginan pribadi.

Saya endapkan perasaan itu. Untuk suatu hari nanti benar-benar fokus mencari tahu tentang yayasan rumah orangtua tuna netra dan mengunjunginya secara langsung.

Kondisi saat itu sepertinya juga kurang mendukung untuk bisa bebas berbincang-bincang dengan Oma Stella. Sebab usai acara beliau sudah langsung dikawal oleh keluarga dan sepertinya bersiap kembali ke Bandung hari itu juga.  

Dokumen pribadi

Ya, sudah. Masih ada kesempatan lain hibur hati ini. Kalau saatnya tiba, saya bisa menghubungi panitia acara untuk meminta nomor kontak oma. Maka berlalulah acara peringatan Hari Kartini 2019 itu dengan meninggalkan banyak kesan di hati. Tak lupa saya meminta difoto berdua dengan Oma Stella untuk kenang-kenangan.

Pesan Singkat yang Membuat Terperanjat

Satu Minggu berlalu sejak acara di Kedai Sirih Merah, saya dikejutkan dengan pesan singkat yang masuk ke ponsel.

"Mba, minta ijin memberikan nomormu ya untuk keluarga Ny. Lie. Katanya pihak keluarga ingin memberikan kenang-kenangan."

Begitu pesan yang saya terima dari panitia. Saya tidak bertanya siapa nama keluarga yang meminta nomor kontak ini. Atau bertanya lebih jauh. Pokoknya saya iya-kan saja. Tak lama ada pesan masuk dan menyebutkan diri Stella Margaret Satyadi.

Wow, Oma Stella. Perasaan ini senang bukan main. Tanpa perlu bertanya-tanya, saya sudah mendapatkan nomor kontak oma. Berarti tinggal mempersiapkan waktu saja untuk saya bisa ke Bandung dan mengunjungi yayasan rumah orangtua tuna netra. 

Sejak itu saya dan oma kerap bertegur sapa melalui pesan singkat. Saya juga bercerita kalau suatu saat ke Bandung ingin mengunjungi oma. Meski tidak tahu kapan. Memang ada mertua adik yang tinggal di Bandung. Tepatnya di Sarijadi. Tapi lebih seringnya ia yang ke Jakarta mengunjungi anak-anak. Jadi memang menunggu waktu khusus untuk saya ke Bandung. Setidaknya sudah ada niat. Biar kan semesta yang meng-aamiinkan.

Di mana Ada Niat, Di situ Ada Jalan

Pepatah tersebut benar sekali. Setidaknya sesuai dengan yang saya alami. Ketika ada niat ke Bandung dan mengunjungi Eben Haezer. Kok ya ndilalahnya semua berjalan lancar tanpa perencanaan sedikit pun. Artinya memang semesta meng-aamiinkan dan Tuhan berikan jalannya.

Bagaimana tidak? Sekitar pertengahan Mei 2019 Oma Stella mengirim pesan. Seperti biasa, menyapa dan berkabar-kabar. Salah satu pesannya berisi ucapan terima kasih karena saya sudah menyebut-nyebut tentang Eben Haezer di status. Beliau bingung, kok saya tahu tentang Eben Haezer.

Saya katakan kalau sempat mendengar sekilas Oma menyebut tentang Eben Haezer saat acara di Kedai Sirih Merah. Selebihnya saya mencari tahu lewat google. Beberapa informasi tentang Eben Haezer untuk caption di foto yang saya upload.

Sebagai seorang blogger dan penulis, sebisa mungkin apa yang saya publish berupa konten yang bermanfaat dan menginspirasi. Untuk itu harus berisi informasi yang mungkin bermanfaat bagi orang lain. Salah satunya tentang Eben Haezer tersebut.

Selanjutnya  oma bercerita kalau tanggal 31 Mei 2019 merupakan ulang tahun Eben Haezer ke-44 tahun. Namun karena tanggal merah dan hari kejepit, maka tidak mengundang banyak orang. Hanya pengurus-pengurus saja. Perayaan kecil-kecilanlah istilahnya.

"Kasihan tamu-tamu yang datang. Lembang macet sekali. Apalagi tanggal merah dan menjelang lebaran pula. Jadi pengurus-pengurus saja. Tak jadi mengundang tamu lain."

Begitu cerita oma. Saya bisa bayangkan bagaimana kemacetan menjelang lebaran. Wuih, ampun. Sudah pernah mengalami dan kapok. Jadi sangat memahami apa yang oma ceritakan. 

Dalam hati menyayangkan juga. Kenapa tanggal merahnya berdekatan dengan lebaran? Saya tak bisa kemana-mana sebelum lebaran. Tak patut meninggalkan keluarga saat lebaran demi kepentingan pribadi. Lebaran adalah momen kumpul dengan semua keluarga. Kecuali usai lebaran, barulah bebas dengan urusan masing-masing.

Namun namanya takdir, suka-suka Tuhan inginnya seperti apa. Hal tersebut yang kemudian saya alami. Tak disangka adik saya mengajak kita semua berlebaran di Bandung. Di rumah mertuanya, di Sarijadi. Sebab anak-anak yang lain baru bisa ke Bandung usai lebaran. 

"Kasihan nenek sendirian. Jadi kita aja yang ke Bandung duluan. Sebelum lebaran kita berangkat. Jadi kita lebaran di Bandung. Naik mobil aja bareng-bareng."

Ternyata semua sepakat dan setuju. Artinya kita semua akan berlebaran di Bandung. Kumpul di sana. Itu artinya ada celah untuk saya mengatur jadwal sendiri tanpa mengorbankan urusan keluarga.

Saya langsung teringat oma dan acara di Eben Haezer. Sempat bingung memikirkan akses ke sana. Apalagi oma bilang daerah sana macet sekali. Wah, bagaimana saya bisa mondar-mandir ke sana-sini nantinya?

Tiba-tiba melintas dipikiran untuk naik motor saja ke sana. Ya, kenapa enggak motoran? Bandung saja kok. Dekat. Toh, saya pernah motoran yang lebih jauh ke Surabaya. Jadi tak masalah cuma ke Bandung saja sih. 

Setelah mengutarakan niat ini dan adik-adik menyerahkan keputusan pada saya. Akhirnya saya putuskan naik motor ke Bandung. Maka begitulah. Setelah mengabarkan juga tentang hal ini kepada oma. Fix, saya akan datang ke Eben Haezer dan bertemu oma.

Kebersamaan di Eben Haezer

Setelah melakukan perjalanan dari Tangerang ke Bandung dengan mengendarai motor. Kemudian beristirahat dan mempersiapkan segala sesuatunya. Akhirnya saya menjejakkan kaki juga di Eben Haezer. 

Dokumen pribadi

Kenapa sih sebegitu tertariknya dengan Eben Haezer? Apa menariknya yayasan rumah orangtua tuna netra?

Begitu pertanyaan yang terlontar dari orang-orang yang tak memahaminya. Bagi saya bukan soal Eben Haezernya. Tetapi lebih kepada orang-orang yang terkait. Terutama pendiri yayasan tersebut. 

Ini semacam kekaguman dan penghargaan pribadi kepada mereka yang memiliki kepedulian sosial yang tinggi. Serta kepedulian terhadap sesama manusia. Terutama manusia yang sudah menua alias orangtua.

Jika kita tidak bisa berbuat seperti yang mereka lakukan. Setidaknya menghargai apa-apa yang mereka lakukan. Menyebar luaskan kebermanfaatan yang mereka lakukan. Sehingga lebih banyak yang mengtahui dan peduli. Syukur-syukur bisa membantu kelancaran dan keberlangsungan yayasan tersebut.

Dokumen pribadi

Jika seorang bayi atau anak kecil tak beribu bapak lagi. Atau tak memiliki siapa-siapa lagi. Ada banyak orang yang peduli dan ingin merawat bayi tersebut. Tapi bagaimana jika yang tak memiliki siapa-siapa itu orangtua yang sudah jompo? Memiliki keterbatasan pula? Apakah dengan mudah ada yang mengulurkan tangan menyediakan diri untuk membantu? Tidak.

Ya, tidak mudah. Jangankan orang lain. Anak sendiri pun banyak yang tak sanggup mengurus orangtuanya. Sudah banyak kisah tentang orangtua yang disia-siakan oleh anaknya. Tentang orangtua yang tak dipedulikan lagi oleh anaknya. Itu orangtua yang dalam kondisi normal. Bagaimana dengan orangtua yang memiliki keterbatasan? Tuna netra salah satunya. Tentu sangat merepotkan.

Kenyataan seperti itu yang membuat saya kagum dengan mereka yang peduli terhadap orangtua semacam ini.  Yayasan semacam Eben Haezer. Bertemu dengan para pengurus dan penghuni yayasan memberi keluasan dalam batin ini. 

Bahwa bersyukurlah kita yang masih tetap diberi kesehatan hingga usia yang tak muda lagi. Bersyukur memiliki orangtua yang meski jompo atau ceriwis tapi tak ada kekurangan lain. Bersyukur masih ada orang-orang yang peduli terhadap orangtua semacam ini. Pokoknya banyak hal yang bisa dipetik dalam kunjungan dan kebersamaan ini. 

Obat Rindu Itu ya Bertemu

Setelah kunjungan ke Eben Haezer dan bertemu untuk kedua kalinya dengan Oma Stella. Komunikasi antara kami tetap berjalan seperti biasa. Saling berkabar melalui pesan singkat. Merencanakan kunjungan berikutnya. 

Sayang pandemi Covid-19 yang awalnya hanya ada di Wuhan, tahun 2020 sudah masuk ke Indonesia. Kondisi seperti ini melumpuhkan semua sendi kehidupan. Beberapa bulan di awal-awal pandemi semua kegiatan dilakukan di rumah. 

Jangankan untuk jalan-jalan atau berkunjung ke sana-sini. Urusan ibadah pun dibatasi. Pokoknya semua dianjurkan untuk di rumah saja. Lebih baik di rumah saja. Berbulan-bulan kita semua menghadapi situasi yang tidak enak seperti ini. 

Tidak bisa bertemu dengan sanak saudara yang jauh. Teman-teman bahkan tetangga. Semua dilakukan secara online. Kondisi seperti ini semakin terasakan manakala hari lebaran tiba. Tidak ada peluk cium antara kita saat bermaaf-maafan. Anak-anak tak bisa mengunjungi orangtuanya. Nenek tak bertemu cucunya. Sedih. Suasana lebaran yang paling menyedihkan. Sebab tak boleh mudik lebaran.

Syukurnya semua perlahan mulai membaik. Mulai ada kelonggaran meski tetap ada pembatasan sosial dan protokol kesehatan. Adik saya pun merencanakan untuk pergi ke Bandung mengunjungi mertuanya. 

"Kasihan nenek sendirian berbulan-bulan. Sudah kangen juga dengan cucunya. Jadi libur tanggal merah nanti kita ke Bandung."

Maka begitulah. Obat rindu adalah bertemu. Kali ini saya ikut naik mobil. Tidak naik motor seperti dulu. Saya pikir tak bebas juga kemana-mana dalam situasi begini.

Tiba-tiba terlintas untuk mengunjungi oma. Sudah lama juga kami tak bertemu. Apalagi ulang tahun Eben Haezer kali ini tak ada kumpul-kumpul. Hanya bisa memberi ucapan lewat pesan singkat dan kiriman kue berupa foto. Wah, jadi semakin rindu dengan Oma. Oma Stella yang rasanya sudah seperti Oma sendiri.

Saya sempat bingung. Kalau mengabarkan kedatangan ini pada oma, khawatir merepotkan oma. Bahasa Jawanya jadi gupuh.Tapi datang tiba-tiba tanpa berkabar-kabar pun tak elok. Akhirnya saya putuskan untuk menanyakan hal tersebut pada kak Jozef, putra oma. Kebetulan kami berteman di media sosial.

Setelah bertanya-tanya dan kemudian mengutarakan keinginan saya untuk berkunjung. Akhirnya dibuat kesepakatan kalau saya akan datang dan memberi kejutan pada oma. Artinya tidak memberitahu oma sampai saya benar-benar tiba di sana. 

Kejutan Untuk Oma

Setelah tiba di Bandung dan melepas rindu dengan nenek di Sarijadi. Esok harinya Sabtu, 1 Agustus 2020 saya bersiap mengunjungi Oma di Jalan Galunggung.

"Lumayan jauh loh Mba kalo dari sini. Aku aja yang orang Bandung enggak paham daerah situ," ujar nenek.

"Gampanglah nanti tanya-tanya orang, Nek," kata saya.

Maka begitulah, dengan mengendarai motor milik nenek. Saya melaju menuju Jalan Galunggung. Sempat bingung juga karena saya tak paham daerah Bandung. Saat bertanya pada orang yang dijumpai. Mereka juga bingung. Paling hanya mengira-ngira ke arah sana. Ah, daripada nyasar. Akhirnya saya gunakan goegle maps.

Sebenarnya saya tak begitu suka menggunakan goegle maps. Lebih suka bertanya langsung pada orang yang dijumpai. Selain itu penggunaan goegle maps membuat baterai ponsel cepat habis. Bisa repot kalau sampai baterainya habis. Tak bisa komunikasi dengan siapa-siapa.

Namun akhirnya perjalanan saya menuju jalan Galunggung berjalan lancar dan mulus. Saya tiba ditujuan tanpa halangan berarti. Disambut oleh Kak Jozef dengan ramah dan hangat. Kemudian memberi kejutan pada oma.

"Ya, ampun. Denik. Kamu orang kenapa enggak bilang-bilang mau datang. Oma kaget waktu Jozef bilang ada yang nyari oma. Siapa? Tahunya kamu, Denik. Oma seneng banget bisa ketemu kamu lagi."

Saya pun demikian. Senang bisa bertemu oma lagi. Maaf ya oma kalau enggak bilang-bilang. Sengaja ingin memberi kejutan pada oma. Terima kasih kak Jozef atas kerjasama nya.

Hari Sabtu awal bulan Agustus. Saya melepas rindu dengan oma. Kami saling bercerita tentang banyak hal. Kak Jozef menjamu dengan suguhan kue-kue tradisional yang semuanya kesukaan saya. Tak lupa menyuguhkan minuman teh racikannya sendiri. Wah, saya penyuka teh. Suguhan ini serasa menikmati upacara minum teh. Menarik. Selain itu saya juga berkenalan dengan si kembar cucu oma.

Dokumen pribadi

Kami bertiga menghabiskan waktu di meja makan sambil bercerita tentang banyak hal. Saya mendapat banyak pengetahuan tentang teh dari kak Jozef. Meski saya penyuka teh, namun tak banyak mengetahui sejarah teh. Sekali lagi terima kasih kak Jozef. 

Dari oma saya mendapat support untuk terus menulis dan membukukan pengalaman-pengalaman yang telah didapat. Oma juga mengajak saya berkeliling rumah. Saya terharu ketika melihat kriya sederhana hasil karya tak seberapa ini tertata dengan apik di meja ruang keluarga. 

 
Dokumen pribadi

Saya dan oma bercerita serta bercengkrama di ruangan ini. Rasanya saya menemukan kembali sosok nenek tercinta dalam diri oma. Dalam keluarga besar ibu saya, saya merupakan cucu yang paling dekat dengan nenek. Kemana nenek pergi selalu mengajak serta saya. Sekecil apa pun makanan yang nenek punya, selalu disisihkan untuk saya. Hal remeh yang kerap membuat cucu yang lain cemburu.

Dokumen pribadi

Selanjutnya oma juga mengajak saya untuk melihat ruangan yang selama ini hanya saya lihat dalam foto. Ruangan yang berisi dua buah piano besar. Tempat dulu oma mengajar piano. Piano yang sudah berumur puluhan tahun dari negeri Belanda. Tempat oma mengadakan rapat dengan pengurus-pengurus Eben Haezer.

Dokumen pribadi

Selanjutnya kami berbincang-bincang dan bercengkrama kembali di meja makan. Tak terasa hari sudah sore. Dengan berat hati saya harus pamit agar tak kesoreaan tiba di rumah. Apalagi saya juga tak paham arah jalan di sini. Jadi harus segera pulang.

Selain itu saya pun sudah menyita waktu istirahat oma. Rencananya hanya sebentar saja ternyata molor sampai sore. Maka suka tak suka saya harus menyudahi pertemuan ini. Untuk bertemu lagi di lain kesempatan. Terima kasih oma atas waktunya. Terima kasih kak Jozef untuk semuanya. 

Perjalanan Pulang yang Bikin Linglung

Usai berpamitan, saya kembali memacu motor yang dikendarai menuju arah pulang. Tak lupa saya memasang kembali goegle maps untuk menunjukkan arah pulang. Sialnya. Maps tak bisa menyala karena internet mati. My God. Bagaimana ini?

Saya cek quota masih banyak. Saya pasang hotspot dari Telkomsel agar sinyal lebih kuat. Tetap tak bisa. Hadeuuh, bagaimana ini? Saya tak tahu arah pulang. Tak paham jalan-jalan di sini. 

Akhirnya hanya mengikuti feeling. Kanan atau kiri. Begitu saja arah yang saya tuju. Mau bertanya tak ada orang yang dijumpai. Saya sempat linglung mau ke arah mana? Apalagi beberapa kali putaran kok saya melewati stadion Siliwangi terus. Akhirnya saya berhenti dan mencari orang untuk ditanyai. 

Ada orang yang bisa saya jumpai. Tapi jawabannya membuat saya tambah linglung. Karena banyak sekali belokan yang harus saya lalui. Belok kiri, lalu kanan, lalu kiri, kanan dan seterusnya. Saya cek maps masih tak menyala. 

"Mate kon. Sampe jam piro muter-muter di sini," gerutu hati ini.

Akhirnya saya putuskan setiap belokan berhenti dan bertanya. Alhamdulillah berhasil. Saya berhasil menemukan jalan layang Antapani. Kalau sudah di sini saya paham jalan menuju arah Sarijadi. Iya, tinggal lurus saja lalu belok kanan. Dan berhasil. Saya bisa tiba di rumah tanpa bantuan geogle maps. 

Begitu tiba di rumah saya ceritakan kelinglungan ini. Mereka semua tertawa. 

"Memang dari tadi internet sedang down. Di sini pun tak ada sinyal."

Oalaaah....pantas. Tiwas saya marahin provider dan ponsel ini. Ternyata....

Sungguh pengalaman yang tak akan terlupakan. Sabtu Bersama Oma. (EP)


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Misteri Pohon Besar di Kalibata City Apartement

Saat saya sedang berjalan-jalan di Kalibata City Apartment, Jakarta Selatan. Pandangan saya tertarik pada sebuah pohon besar di samping belakang apartement. Ukuran pohonnya memang besar sekali. Pikir saya. ”Kenapa tidak ditebang? Bisa bahaya kalau roboh.”  Dokumen pribadi Saya pun iseng menanyakan hal tersebut kepada kawan yang sudah lama tinggal di sana. Jawabannya sungguh membuat merinding bulu kuduk.  “Gak ada yang bisa menebang pohon tersebut. Karena banyak penunggunya. Setiap malam ada saja yang melihat penampakan-penampakan dibawah pohon itu.”  Hiiii...Seram juga ya, pikir saya. “Makanya ada semacam meja kecil diatas pohon itu. Untuk tempat sesajen. Biar penunggunya gak mengganggu orang-orang di sini,” papar kawan saya. Diam-diam ada rasa penasaran dalam hati saya. Seperti apa sih pohon itu jika dilihat dari dekat?  Maka saya pun mendekati pohon tersebut. Memang besar sekali. Terlihat dari batangnya yang besar dan tinggi. Nama pohonnya ternyata pohon mahoni. Usianya lebih

Alhamdulillah Bisa Kentut

Uuupppss!!! Ini bukan bicara jorok atau kotor. Tapi hanya untuk mengingatkan. Bahwa maaf, kentut itu termasuk anugerah terindah yang patut disyukuri. Loh! Kok? Eits, jangan bengong begitu ah. Coba saja rasakan ketika kita beberapa hari ternyata enggak bisa kentut. Rasanya ini perut kembung dan enggak enak. Tapi begitu bisa kentut. Rasanya legaaaa...sekali. Bisa terbayang toh bagaimana mereka yang tidak bisa kentut atau BAB (Buang air besar) akhirnya harus ke rumah sakit untuk diambil tindakan. Maka bersyukurlah kita yang bisa kentut setiap saat. Selama ini kita mengucapkan syukur itu jika berhubungan dengan rezeki dan sesuatu yang menyenangkan.  "Alhamdulillah dagangan hari ini ludes."  Atau  "Alhamdulillah si kakak juara kelas." Sangat jarang jika mengeluarkan kentut langsung mengucap Alhamdulillah. Padahal kentut salah satu nikmat yang luar biasa.  Jadi mulai sekarang biasakan mengucap syukurnya bukan saja ketika berhubungan dengan rezeki dan gengsi.

Gaya Rambut Muslimah yang Dianjurkan

Gaya rambut seseorang biasanya mengikuti karakter diri orang tersebut. Jika ia seorang yang aktif dan energik. Maka gaya rambut yang dipilih biasanya model Demi Moore. Itu loh si cantik di film Ghost. Gaya rambut ala Demi Moore Image foto by Lifestyle Okezone Gaya rambut ala Demi Moore sempat nge-hits di jamannya. Atau gaya rambut ala Putri Diana. Mendiang istri Pangeran Charles dari Inggris ini tetap cantik dan anggun meski berambut pendek. Gaya rambut ala Putri Diana Image foto by pinteres Bagi orang yang memiliki rambut panjang disebut sebagai orang yang sabar. Karena memiliki rambut panjang memang butuh kesabaran. Terutama dalam hal perawatan. Image foto by tagged.com Sementara orang yang menyukai gaya rambut pendek disebut sebagai orang yang tidak sabaran. Ingin serba cepat dalam bertindak. Tentu orang yang seperti ini tidak akan sabar kalau harus merawat rambut. Itu semua pendapat yang saya yakini ketika belum berhijab. Setelah berhijab dan mengetahui