Mak Comblang. Istilah yang entah darimana asal muasalnya. Tetapi sangat familiar di telinga. Terutama bagi mereka yang masih single atau istilah sekarang masih jomblo.
Karena mak comblang ini yang biasanya gencar mencarikan pasangan untuk mereka. Mengenal-ngenalkan si laki-laki single dengan perempuan yang juga masih single. Gampangnya, sebagai perantara jodoh bagi mereka yang masih single.
Sebuah usaha dan niat mulia apa yang dilakukan oleh si mak comblang ini. Selain itu apa yang dilakukan oleh mak comblang memang berganjar pahala yang besar jika berhasil menjodohkan mereka yang single, jika sampai bisa menyempurnakan setengah agama mereka dalam sebuah pernikahan.
Namun, niat baik tersebut hendaknya diimbangi dengan hati yang tulus dan penuh welas asih. Artinya ya perlu ada rasa empati dan simpati yang mendalam terhadap si laki-laki atau perempuan single tersebut. Jangan semata-mata ingin meraih pahala tetapi mengabaikan hati dan perasaan si single.
Salah satu contohnya adalah yang terjadi pada salah satu kawan. Dia adalah perempuan single yang sudah mencapai usia 45 tahun. Parasnya termasuk menarik. Akhlaknya pun baik. Memiliki usaha sendiri yang cukup menjanjikan. Suatu hari datang kepada saya sambil menangis pilu.
“Ya Allah, Mba! Apa sebegitu hina dan rendahnya seorang perempuan yang sudah berumur seperti aku dan masih sendiri ini? Sehingga jodoh yang disodorkan ke aku bisa asal-asalan?”
Lalu mengalirlah ceritanya mengenai orang yang ingin menjodohkannya dengan seseorang. Ya si Mak comblang itu.
Rupanya kawan saya itu ingin dijodohkan dengan kenalan pamannya. Laki-laki single dengan usia yang sepantaran. Laki-laki itu menurut si paman orang yang sopan, baik hati dan ibadahnya juga baik. Dia, laki-laki itu sudah dikenal baik oleh si paman. Karena dia adalah tukang ojek langganan si paman.
Kawan saya sedih dan menangis pilu sebab jodoh yang pamannya sodorkan itu adalah seorang kuli panggul. Sementara kawan saya seorang sarjana dan pernah menjadi karyawan kantor handal, yang memilih berhenti bekerja demi bisa menemani si ibu yang sudah renta.
“Aku tidak menganggap rendah kuli panggul Mba. Tapi pamanku kok tidak memikirkan perasaanku dan mamaku. Memang aku sudah tua Mba, perawan tua orang bilang. Tapi apa ya harus asal-asalan menerima laki-laki. Yang penting kawin. Coba kalau dikembalikan ke Pamanku sendiri, apa dia mau anak gadisnya menikah dengan kuli panggul. Gak bakal maulah. Pasti malu,” ujar kawan saya setengah emosi.
“Aku sih enggakak nyari yang muluk-muluk juga Mba. Setidaknya yang pantaslah. Kalau sekiranya dalam perjalanan rumah tanggaku kelak, ternyata suamiku yang tadinya sebagai karyawan tiba-tiba berhenti dan jadi tukang ojek. Itu lain cerita,” ujar kawan saya lagi.
“Aku jadi benci deh sama Pamanku. Rasanya aku terhina banget Mba. Lebih baik aku sendiri, hidup mengurusi mamaku daripada menikah dengan orang asal-asalan,” tegas kawan saya.
Saya menghela napas. Lalu memeluk kawan saya dengan iba. Rasanya ikut terharu mendengar ceritanya. Ini menjadi pelajaran bagi saya. Bahwa jika ingin menjadi Mak comblang itu tidak mudah. Asal bisa membuat si single kawin sudah beres. Pikirkan juga perasaan dan keinginannya. Jangan asal-asalan. Jadi, jika ingin berbuat baik terhadap orang lain. Selaraskan antara niat dan tindakan.
#onedayonepost
#februari2017
#harike-16
#renunganhati
Iyo yo mbak.. Pernah kejadian juga ky gini temenku.. Dicomblangi tanpa mikir perasaan temenku..
BalasHapusItulah mba. Memangnya nikah asal nikah aja. Apalagi yang sudah telat. Mbok Yo dipikirkan perasaannya.
HapusIya bener mbak, kasian temen mbak denim.
BalasHapusBener Mb Denik, nggak mudah jadi mak comblang
BalasHapus