Banggalah menjadi warga negara Indonesia. Dan berbahagialah tinggal di tanah air tercinta ini. Karena keragaman suku, budaya dan adat istiadat serta kekayaan alam negeri ini menjadi daya tarik yang luar biasa bagi negara lain. Bahkan menjadi incaran negara-negara lain sejak dahulu.
Jika jaman dahulu negara lain memperebutkan hasil bumi negeri ini, sekarang berbeda lagi. Mengakui sebuah kesenian sebagai salah satu warisan milik mereka adalah bentuk lain dari perampasan itu. Padahal jelas-jelas kesenian tersebut berasal dari negeri ini.
Tugas kita untuk mengenalkan kepada negara lain tentang kesenian dan kebudayaan yang kita miliki, agar dunia mengetahui bahwa kesenian dan kebudayaan itu milik negara kita. Dan semua bisa diawali dari pengenalan kita terhadap kesenian yang ada di daerah tempat tinggal masing-masing.
Bagaimana kita akan memperkenalkan kepada negara lain, jika kita sendiri tidak mengetahuinya. Bisa jadi justru kita yang ternganga, ketika kesenian dan kebudayaan kita diakui oleh negara lain.
"Loh! Ini tuh dari Indonesia ya? Kok baru tahu sih?"
Jika masyarakat Ponorogo memiliki Reog sebagai kesenian khas daerahnya. Masyarakat Madura yang bangga dengan Karaban Sapi. Maka saya sebagai warga Banten juga bisa bangga memiliki Debus sebagai kesenian khas daerah ini. Ya, Debus! Pertunjukkan seni bela diri dari Banten, dengan menonjolkan kekuatan para pemainnya yang kebal senjata tajam, kebal api dan lain-lain.
Dalam pertunjukkan Debus atraksi yang ditampilkan biasanya berupa memakan api, menusuk perut pemain, membakar tubuh pemain dan memakan beling. Serta masih banyak lagi. Dan kesemuanya menampilkan tubuh pemain yang tetap utuh! Hebat bukan? Itulah kesenian Debus. Yang menurut sejarah sudah ada sejak awal abad ke-16, pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin, sekitar tahun 1537-1570.
Dan ketika masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa sekitar tahun 1651-1692, seni bela diri Debus ini dijadikan penyemangat dan alat untuk melawan penjajah Belanda. Sebuah cara yang cukup ampuh dalam membuat nyali tentara kompeni Belanda ciut terhadap jawara-jawara dari Banten.
Kini Debus sudah dijadikan warisan budaya tak benda. Bahkan sejak tahun 2014 telah digelar Festival Debus se-Banten. Dengan menampilkan kehebatan jawara-jawara debus dari berbagai tempat di wilayah Banten. Hal ini diadakan sebagai salah satu bentuk pelestarian budaya dan mengenalkan pariwisata Banten. Karena biasanya festival tersebut digelar di tempat wisata. Seperti di pantai Anyer.
Dengan demikian jika mendengar kata Debus tentu langsung teringat Banten. Begitu pun sebaliknya. Saat mendengar kata Banten tentu teringat dengan debusnya. Tak heran bila Banten di sebut sebagai city of magic. (EP)
keren.. tp serem hehe..
BalasHapusIya, kalo melihatnya sih seram. Padahal mereka bilang biasa saja... hehehe. Terima kasih ya atas kunjungannya.
HapusKereen mbk
BalasHapusTerima kasih kakak
HapusTak heran jika pemuda Indonesia jaman sekarang yang lebih mengenal budaya asing daripada budaya asli negara sendiri bahkan sampai membanggakan budaya asing.
BalasHapusKurang sosialisasi dalam mengenalkan sebuah budaya kepada generasi mudanya. Terima kasih ya atas kunjungannya. Salam.
HapusTak heran jika pemuda Indonesia jaman sekarang yang lebih mengenal budaya asing daripada budaya asli negara sendiri bahkan sampai membanggakan budaya asing.
BalasHapus