Langsung ke konten utama

Lunturnya Kesakralan Akad Nikah

Ketika mendapat sebuah undangan pernikahan dari salah satu kerabat, kenalan atau handai taulan. Apa yang terbersit dalam benak Anda? Kalau saya sih merasa senang dan bahagia. Karena mereka bisa menyempurnakan setengah dari agamanya. 


Maka  ketika hari "H" itu tiba, saat yang paling saya tunggu adalah prosesi akad nikah. Selain ingin mendapatkan pahala dalam menyaksikan sebuah akad, juga bisa merasakan sakralnya sebuah pernikahan. Dibandingkan saat menyaksikan prosesi upacara adat yang dilakukan pada saat resepsi.

Perasaan haru menyelusup di dada manakala menyaksikan prosesi akad dari awal hingga akhir. Tentu kedua mempelai lebih haru biru perasaannya. Seharusnya. Tetapi tidak demikian yang saya saksikan  dalam sebuah undangan pernikahan beberapa waktu yang lalu.

Mempelai wanita pada saat diminta oleh penghulu untuk memohon ijin menikah pada kedua orang tuanya, terlihat bingung. 

"Belum menyiapkan kata-katanya," ujar si mempelai wanita.

Loh! Dalam hati saya bingung.

"Kok bisa begitu!"   

                 
Bukankah semua itu mengalir dari hati. Tidak perlu dirancang-rancang. Akhirnya pak penghulu mengeluarkan teks berisi kalimat-kalimat permohonan.

"Ya, sudah kalau tidak ada persiapan. pakai teks dari KUA saja," kata pak penghulu. 

Dan di bacalah teks tersebut dengan datar dan biasa saja. Seperti membaca teks ketika di sekolah. Tersendat ketika menemukan kata-kata kurang jelas. Salah ucap ketika menemukan kata-kata yang kurang familiar. Membuat para undangan ada yang tersenyum.

Padahal jika direnungkan lebih dalam.  Jangankan mengeluarkan kata-kata, bibir ini loh terasa kelu. Sebab, setelah ini kewajiban taat sebagai seorang anak (perempuan) terhadap orang tua terputus. 

Sementara betapa besar jasa kedua orang tua, sejak kita masih dalam kandungan hingga ke pelaminan. Tak mampu kita membalasnya. Membahagiakan mereka pun rasanya belum pol.

Tapi begitu ikrar akad selesai terucap. Putus semua kewajiban seorang anak perempuan terhadap kedua orangtuanya. Apapun yang dilakukannya kini harus dengan persetujuan suami. Ketaatan dan kewajiban terhadap suami itu yang utama. Suamilah yang menjadi pintu surga seorang istri. 

Berbeda dengan laki-laki, yang selamanya tetap memiliki kewajiban dan ketaatan kepada orang tua. Setelah akad bertambah lagi tanggung jawabnya, yaitu terhadap istri dan anak-anak kelak. Dunia dan akhirat.

Tetapi tidak demikian yang saya saksikan sekarang. Mempelai laki-laki dan wali nikah yang masih sepantaran justru tos-tosan begitu selesai mengucapkan ikrar akad. Seolah-olah kelancaran mengucapkan akad sebuah keberhasilan.

“Lihat nih! Gue lancarkan ngucapin akadnya tadi? Gak pakai diulang." 

Para undangan yang hadir sebagian tertawa menyaksikan hal itu. Tapi sebagian lain mengerutkan kening. Saya salah satunya.

Makna akad sepertinya tak meresap di hati. Tak memiliki arti apa-apa kecuali. 

"Lo milik gue yang sah sekarang."

Apakah seperti ini yang terjadi pada generasi sekarang? (Mengelus dada). Semoga hanya segelintir saja. Sebab kesakralan sebuah akad nikah di saksikan juga oleh para malaikat. Jadi bukan peristiwa main-main.


Larinda, Oktober 2016

#onedayonepost
#harike-8
#oktober2016
#renungandiri


Komentar

  1. aku juga mengerutkan dahi berlipat-lipat...

    BalasHapus
  2. Wah, tulisannya renyah sekali dibaca... Keren mbak...

    BalasHapus
  3. Dahiku berkerut2 banyak sekali, biasanya saya baper kalau menyaksikan ijab qobul akad nikah, sebab terharu

    BalasHapus
  4. Dahiku berkerut2 banyak sekali, biasanya saya baper kalau menyaksikan ijab qobul akad nikah, sebab terharu

    BalasHapus
  5. Ikut team mengeyenyitkan kening juga..âś‹

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Dari Dekat Para Pengisi Suara Animasi "Doraemon"

DORAEMON. Salah satu film animasi yang cukup populer di Indonesia. Merupakan judul sebuah manga dari Jepang karya Fujiko F. Fujio. Terbit pertama kali pada Desember 1969. Doraemon adalah sebuah robot musang yang datang dari abad ke-22. Doraemon dikirim untuk menolong Nobita. Seorang anak kelas 5 Sekolah Dasar yang sangat pemalas. Tujuannya agar keturunan Nobita dapat menikmati kesuksesan di masa depan, tidak menderita akibat sifat pemalas Nobita. Dalam cerita ini Nobita suka lalai dan tidak mau mendengarkan apa kata Doraemon. Sehingga benda-benda dari Doraemon yang gunanya untuk membantu dan mewujudkan keinginan Nobita, kerap jatuh ke tangan teman-temannya yang usil. Kekacauan pun terjadi karena ulah teman-temannya. Gian, Shizuka, dan Suneo adalah tokoh-tokoh sentral dalam cerita ini. Anime Doraemon dan kawan-kawan        Di Indonesia anime Doraemon dikenal sejak 13 November 1988 sampai sekarang. Disiarkan oleh stasiun tel...

Layar Tancap Dalam Kenangan

Pada suatu hari ketika saya melewati sebuah perkampungan yang sedang menggelar hajatan, ada sebuah pemandangan yang tiba-tiba menggelitik hati. Yaitu layar tancap (layar tancep). Sesuatu yang sudah jarang sekali ditemukan. Apalagi di zaman sekarang.  Dokumen pribadi Padahal beberapa tahun yang lalu layar tancap pernah menjadi primadona masyarakat. Terutama masyarakat kalangan menengah ke bawah. Dahulu dalam setiap acara hajatan terutama jika masyarakat Betawi yang menggelarnya, layar tancap menjadi sebuah hiburan yang ditunggu-tunggu. Semacam tren mark yang tak boleh dilewatkan. Bahkan bisa menaikkan gengsi si pemilik hajat, bila dilihat dari jenis layar tancap yang disewa. Mabak. Itu salah satu jenis layar tancap yang dianggap paling bagus. Dari tampilan di layar, kejernihan suara dan kualitas gambar yang baik, mabak memang berbeda. Oleh karena itu harga sewanya konon mahal. Tak heran bila si empunya hajatan lantas disebut sebagai orang yang mampu. Sekitar tahun 1990-an ke...

Misteri Pohon Besar di Kalibata City Apartement

Saat saya sedang berjalan-jalan di Kalibata City Apartment, Jakarta Selatan. Pandangan saya tertarik pada sebuah pohon besar di samping belakang apartement. Ukuran pohonnya memang besar sekali. Pikir saya. ”Kenapa tidak ditebang? Bisa bahaya kalau roboh.”  Dokumen pribadi Saya pun iseng menanyakan hal tersebut kepada kawan yang sudah lama tinggal di sana. Jawabannya sungguh membuat merinding bulu kuduk.  “Gak ada yang bisa menebang pohon tersebut. Karena banyak penunggunya. Setiap malam ada saja yang melihat penampakan-penampakan dibawah pohon itu.”  Hiiii...Seram juga ya, pikir saya. “Makanya ada semacam meja kecil diatas pohon itu. Untuk tempat sesajen. Biar penunggunya gak mengganggu orang-orang di sini,” papar kawan saya. Diam-diam ada rasa penasaran dalam hati saya. Seperti apa sih pohon itu jika dilihat dari dekat?  Maka saya pun mendekati pohon tersebut. Memang besar sekali. Terlihat dari batangnya yang besar dan tinggi. Nama pohonnya ternyata pohon mah...