Sulitnya membudayakan kebiasaan membaca merupakan masalah yang sudah lama dihadapi oleh bangsa ini. Bahwa negara Indonesia menjadi salah satu negara yang tingkat membaca masyarakatnya rendah, itu sudah diketahui semua. Apalagi di era digital seperti sekarang ini. Semakin sulit mengajak masyarakat untuk gemar membaca.
Dokumen pribadi
Tetapi bukan berarti tidak bisa. Meski tingkat kenaikannya tidak terlalu cepat, setidaknya ada kemajuan sedikit saja, itu sudah merupakan hal positif. Hal ini terlihat dari banyaknya orang-orang yang peduli terhadap dunia literasi. Lalu membentuk Taman Bacaan Masyarakat (TBM), perpustakaan dan yang terkait. Baik perorangan atau grup guna meningkatkan minat baca masyarakat.
Di beberapa daerah pelosok dan perkotaan jika mau mencermati, ada beberapa Taman Baca yang bisa dikunjungi. Dengan berbagai kegiatan penunjang. Tetapi dari kesemuanya itu. Keluarga merupakan faktor utama pembentuk budaya membaca pada diri seseorang. Memang tidak semua seperti itu. Tetapi jika ibu bapak di rumah gemar membaca, insya Allah anak-anaknya juga mengikuti.
Tapi jika sebaliknya niscaya si anak juga tak jauh berbeda. Bukankah orang tua adalah contoh pertama seorang anak dalam berperilaku? Problematika yang dihadapi keluarga jaman dahulu terkait buku adalah karena keterbatasan dana. Mengingat harga buku sejak dulu memang tidak murah. Sementara problematika yang dihadapi keluarga masa kini adalah ketergantungan kepada gudget.
Ayah yang dengan alasan pekerjaan terkadang tak bisa lepas dari laptop di mana pun berada. Ibu yang dengan alasan bisnis pun tak jauh berbeda. Akhirnya masing-masing agar tidak diganggu oleh anak, maka si anak disodori handphone untuk bermain games. Lalu bagaimana si anak bisa mengenal buku jika kondisinya seperti ini?
Jangankan buku bacaan lain dan majalah, untuk mempelajari buku pelajaran sekolahnya saja anak sekarang sangat sulit. Bisa dibilang terpaksa. Sebagai orang tua yang bijak tentu tidak serta merta menyalahkan si anak begitu saja. Atau marah-marah seenaknya. Cobalah introspeksi diri. Apa yang sudah ibu bapak lakukan untuk membuat anak menyukai buku. Untuk gemar membaca.
Tidak perlulah membuat mereka kutu buku. Karena semua akan mengalir sesuai kebutuhan dan kepahaman si anak dalam hal membaca. Buat mereka suka, tertarik dan terbiasa dulu dengan dunia literasi. Sebab banyak juga penggerak literasi yang latar belakangnya justru disebabkan oleh keterbatasan ekonomi.
Orang tua mereka gemar membaca koran. Si anak pun kerap di dongengkan oleh si ibu. Tapi karena ekonomi tak menunjang. Maka si orang tua tidak bisa rutin membelikan buku dongeng. Si anak yang sudah terlanjur menyukai buku, dengan kesadaran dan kepahamannya sendiri akhirnya malah rela tak jajan demi untuk bisa membeli sebuah buku. Itu salah satu dampak yang dialami jika orang tua telah sadar akan pentingnya membaca.
Untuk era digital saat ini butuh perjuangan ekstra bagi penggerak literasi untuk menumbuhkan minat baca masyarakat. Sebab si orang tua itu sendiri tak jarang terlahir di era digital. Jadi memang gadget seolah sudah mendarah daging. Tapi bukan berarti tidak bisa diperbaiki. Bisa. Tak ada yang tak mungkin. Tentu saja dengan kesadaran penuh si orang tua. Untuk mendisiplinkan diri dan keluarganya.
Teknologi itu baik. Gagdet juga penting. Tapi harus diimbangi dengan sikap yang bijak. Terapkan disiplin. Kapan saatnya menggunakan gadget. Kapan saatnya istirahat dari gadget. Kapan saatnya berkutat dengan buku. Kapan saatnya istirahat juga dari buku. Agar terjadi keseimbangan.
Pada akhirnya keluarga memang pondasi utama untuk membentuk generasi yang cinta literasi. Gemar membaca dan menulis. Seperti halnya dalam membentuk generasi islami. Keluarga yang islami pula sebagai pondasi utamanya. Sebagai seorang muslim seharusnya kita justru orang yang seharusnya paham akan pentingnya membaca.
Sebab Rosululloh sebagai utusan Allah ketika menerima wahyu pertama di Gua Hira bunyinya “Iqra” yang artinya bacalah! Dan itu diulang hingga 5x oleh malaikat Jibril, si penyampai wahyu. Surat Al-Alaq 1-5 inilah yang menandai kerasulan Nabi Muhammad Saw. Dengan surat pertama berbunyi “Iqra.....bacalah! Hal ini menunjukkan betapa pentingnya membaca. Dan keluargalah sebagai pondasi utamanya. Terutama keluarga muslim.
Larindah, 1 September 2017
#Posting Tematik
#Blogger Muslim Indonesia
Tulisan ini diikutkan dalam Postingan Tematik (Postem) Blogger Muslim Indonesia dengan link www.bloggermuslimah.id
Setujuuu mbak.
BalasHapusIya, Mba
HapusSetuju mbak
BalasHapusSetuju banget ma pendapatnya mbak, dan ini jadi pengingat juga.
BalasHapusSetuju mbak
BalasHapustantangan terbesar menurut sy itu gadget mbak. huhu... harus galak dan tega sama anak deh pokoknya.
BalasHapusAyoo tularkan kebiasaan membaca pada anak2 kita đź’Ş
BalasHapusAyoo tularkan kebiasaan membaca pada anak2 kita đź’Ş
BalasHapusGadget/HP ini yaa... semi virus memang. Dan bijak serta seimbang memang super harus, dalam hal apapun.
BalasHapusHo-ya, salam kenal, Mba Denik ^^
Nah, peran orang tua untuk membiasakan anak membaca besar banget yah mbak? Semangatt para orang tua!
BalasHapusNah iya, bahkan Taman Baca di beberapa daerah terpencil ini cukup unik. Dan penggiatnya benar-benar keren mentalnya. Itulah kenapa saya berharap semoga program kirim buku gratis untuk taman baca bisa terus dijalankan. Biar banyak anak2 di wilayah terpencil bisa baca buku bagus.
BalasHapusSaya juga berusaha menumbuhkan minat baca pada anak saya. Alhamdulillah yang sulung senang membaca. Buku-buku koleksinya sudah lumayan banyak.
BalasHapusKeluarga memang pondasi utama untuk membentuk generasi yang cinta literasi.--> setuju sekali. Kami sedang terus berusaha menjadi role model bagi anak-anak kami.
BalasHapusBerawal dari lingkungan keluarga untuk membiasakan kebiasaan-kebiasaan yang baik, termasuk juga membaca.
BalasHapusTerimakasih sharingnya, mbak :)
Semua dimulai dari keluarga. Dan orangtua jangan lupa untuk memberi contoh. Tak jarang yang terjadi orangtua hanya menyuruh agar si anak membaca tapi orangtua lupa mencontohkan.
BalasHapusHampir mirip postingan saya, hehehe ... Dan tentu saja saya setuju dengan tulisan, Mbak.
BalasHapusSetuujuu...
BalasHapusKeluarga pendukung utama.
anak adalah peniru ulung maka kebiasaan baik membaca seperti ini harus dimulai dari rumah, dari kebiasaan orang tuanya yang juga gemar membaca.
BalasHapusbtw, komen sebelumnya masuk apa gak ya? kok ilang -___-
salam,
Helenamantra dot com
Saat ini saya juga terus meneruskan menumbuhkan kebiasaan membaca dan menulis pada anak-anak. Semoga kelak mereka menjadi penerus para ulama yang karya-karyanya masih bisa kita nikmati meski mereka sudah tiada.
BalasHapusSetuju mbak. Keluarga harus jadi teladan pertama menumbuhkan minat baca anggotanya..
BalasHapusSaya mempunyai sebuah taman baca di rumah, kebanyakan peminjam dan pengunjungnya adalah anak-anak. Kadang kadang ibu - ibu juga ada, tapi kalau bapak-bapak atau lelaki dewasa tidak ada sama sekali. Itu jadi salah satu bukti bahwa dukungan keluarga terhadap minat baca masih rendah banget.
BalasHapusYup, adalah kewajiban orang tua untuk memberikan teladan ingin anaknya seperti apa.
BalasHapusBener Mbak, butuh perjuangan banget.. Saatnya berjuang bersama, hehe.
BalasHapuskeluarga sebuah tim kecil berdampak luar biasa, makasih mbak sharenya :)
BalasHapusDuhduh... baca ini serasa berkaca, melihat saya dan suami yang keseringan pegang gadget.
BalasHapusAlhamdulillah sekarang mulai menerapkan baca bersama terutama sebelum tidur :)
Betul mbak.
BalasHapusHarus diawali dari keluarga, dan support dari lingkungan juga.
Soal pengaruh gadget itu juga tepat sekali.
Terima kasih sharingnya mbak.
Setuju banget mbak.
BalasHapusAlma berasa sendiri pas dikenalin dengan lingkungan yg ramah buku jadinya tertarik deh buat baca tulis
Semua kegiatan memang harus seimbang dalam hidup ya, pun dengan kegiatan membaca buku harus diimbangi dengan kegiatan motorik lainnya seperti olahraga
BalasHapusKeluarga emang penting banget. Kalau gak dimulai dari keluarga, dari mana lagi?
BalasHapusWah.. Aku suka infografisnya, so cool.. hehe
BalasHapusSetujuuuu! Orang tua dulu, anak pun meniru :)
BalasHapusMembuat anak suka baca itu butuh proses panjang dan kadang melelahkan (lelah bacain buku mll hehhe)
BalasHapus