Bukittinggi merupakan salah satu kota wisata di provinsi Sumatera Barat. Di kota ini terdapat Jam Gadang yang sudah sangat terkenal sebagai ikon Kota Bukittinggi. Menunggu pagi di pelataran Jam Gadang menjadi mimpi saya sejak kecil. Untuk itu tentu saja saya harus melakukan perjalanan. Yah, travel makes your dream comes true. Seperti yang bisa disaksikan dalam www.liputan6.com/tag/travel.
Masalahnya, perjalanan menuju Bukittinggi tinggi itu yang tercepat adalah menggunakan pesawat terbang. Sementara saya sangat takut jika harus bepergian menggunakan pesawat. Entahlah, dalam benak saya naik pesawat itu kok mengerikan ya? Sedangkan untuk menempuh perjalanan darat cukup jauh. Butuh waktu beberapa hari agar bisa menikmati perjalanan di Kota Bukittinggi dengan santai.
Membayangkan semua itu rasanya saya hanya bisa bermimpi saja untuk bisa menikmati pagi di pelataran Jam Gadang. Jika harus naik pesawat, nantilah kalau ke tanah suci. Pergi haji atau umroh saja. Kalau terjadi apa-apa di pesawat, matinya dihukumi mati syahid. Itu pemikiran saya.
Masalahnya, perjalanan menuju Bukittinggi tinggi itu yang tercepat adalah menggunakan pesawat terbang. Sementara saya sangat takut jika harus bepergian menggunakan pesawat. Entahlah, dalam benak saya naik pesawat itu kok mengerikan ya? Sedangkan untuk menempuh perjalanan darat cukup jauh. Butuh waktu beberapa hari agar bisa menikmati perjalanan di Kota Bukittinggi dengan santai.
Membayangkan semua itu rasanya saya hanya bisa bermimpi saja untuk bisa menikmati pagi di pelataran Jam Gadang. Jika harus naik pesawat, nantilah kalau ke tanah suci. Pergi haji atau umroh saja. Kalau terjadi apa-apa di pesawat, matinya dihukumi mati syahid. Itu pemikiran saya.
Tapi takdir berkata lain. Beberapa tahun kemudian tepatnya tahun 2015, saya mendapat rezeki tiket pesawat pp Jakarta-Padang. Wah, rezeki yang sungguh tak terduga. Senang bukan kepalang tentunya. Ini kan impian saya sejak kecil. Tapi naik pesawatnya ini yang membuat saya maju mundur. Antara berangkat atau dibatalkan.
Beberapa hari saya bergelut dengan kebimbangan. Saya sampai sholat istikharah beberapa hari untuk memantapkan hati. Setelah merasa mantap. Akhirnya saya putuskan untuk berangkat. Kapan lagi? Kesempatan tidak datang dua kali, pikir saya. Apalagi perjalanan ini bertepatan dengan libur hari Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus. Wah, moment langka. Bisa merasakan suasana kemerdekaan di tanah kelahiran Bung Hatta. Salah satu tokoh Proklamator Indonesia.
Maka begitulah, dengan mengucap Bismillah saya terbang sendirian dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta menuju Bandara Minangkabau, Padang. Saya mendapat jam penerbangan siang hari. Dengan lama perjalanan sekitar 2 jam kurang, dari balik jendela pesawat saya bisa melihat awan yang bergumpal-gumpal. Ini sungguh pengalaman pertama yang menakjubkan bagi saya.
Apalagi setelah pesawat benar-benar berhenti di Bandara Minangkabau, Padang. Wow, alangkah senangnya hati ini. Yeaaah, akhirnya saya menjejakkan kaki di Bumi Andalas.
Beberapa hari saya bergelut dengan kebimbangan. Saya sampai sholat istikharah beberapa hari untuk memantapkan hati. Setelah merasa mantap. Akhirnya saya putuskan untuk berangkat. Kapan lagi? Kesempatan tidak datang dua kali, pikir saya. Apalagi perjalanan ini bertepatan dengan libur hari Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus. Wah, moment langka. Bisa merasakan suasana kemerdekaan di tanah kelahiran Bung Hatta. Salah satu tokoh Proklamator Indonesia.
Maka begitulah, dengan mengucap Bismillah saya terbang sendirian dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta menuju Bandara Minangkabau, Padang. Saya mendapat jam penerbangan siang hari. Dengan lama perjalanan sekitar 2 jam kurang, dari balik jendela pesawat saya bisa melihat awan yang bergumpal-gumpal. Ini sungguh pengalaman pertama yang menakjubkan bagi saya.
Apalagi setelah pesawat benar-benar berhenti di Bandara Minangkabau, Padang. Wow, alangkah senangnya hati ini. Yeaaah, akhirnya saya menjejakkan kaki di Bumi Andalas.
Suasana Kota Bukittinggi pagi hari
Dari Bandara Minangkabau, Padang menuju Kota Bukittinggi sekitar 2 jam perjalanan lagi. Dengan menggunakan mobil travel saya kembali bisa menikmati pemandangan disepanjang jalan dengan penuh kesyukuran.
Hari sudah malam saat saya tiba di hotel. Di dalam kamar hotel usai membersihkan badan, saya berbaring dengan perasaan tak percaya. "Ini beneran di Bukittinggi ya?" gumam batin ini. Antara percaya dan tidak.
Hari sudah malam saat saya tiba di hotel. Di dalam kamar hotel usai membersihkan badan, saya berbaring dengan perasaan tak percaya. "Ini beneran di Bukittinggi ya?" gumam batin ini. Antara percaya dan tidak.
Menikmati pagi di pelataran Jam Gadang
Setelah semalam beristirahat dengan diliputi perasaan tak percaya, esok harinya pagi-pagi sekali usai sholat subuh saya langsung keluar dari penginapan. Tujuan saya tentu saja Jam Gadang. Hasil tanya resepsionis hotel, jarak dari penginapan ternyata tidak terlalu jauh. Bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Alhamdulillah.
Maka dengan langkah ringan dan hati riang, saya tembus dinginnya pagi dengan perasaan riang gembira. Yeaaah, saya akan melihat Jam Gadang dari dekat. Norak ya? Tak apalah. Sebab untuk bisa ke sini sungguh seperjuangan sendiri. Penuh pergolakan batin.
Tak berapa lama saya pun sampai di pelataran Jam Gadang. Dengan perasaan takjub saya pandangi Jam Gadang itu tanpa berkedip. Ini nyata. Bukan lagi sekedar angan-angan. Akhirnya saya bisa menikmati pagi di pelataran Jam Gadang. Menunggu matahari terbit.
Maka dengan langkah ringan dan hati riang, saya tembus dinginnya pagi dengan perasaan riang gembira. Yeaaah, saya akan melihat Jam Gadang dari dekat. Norak ya? Tak apalah. Sebab untuk bisa ke sini sungguh seperjuangan sendiri. Penuh pergolakan batin.
Tak berapa lama saya pun sampai di pelataran Jam Gadang. Dengan perasaan takjub saya pandangi Jam Gadang itu tanpa berkedip. Ini nyata. Bukan lagi sekedar angan-angan. Akhirnya saya bisa menikmati pagi di pelataran Jam Gadang. Menunggu matahari terbit.
Mengunjungi Rumah Kelahiran Bung Hatta
Usai menikmati pagi di pelataran Jam Gadang dan sarapan pagi sate Padang asli di kota asalnya, perjalanan hari itu saya lanjutkan dengan mengunjungi beberapa tempat wisata dan bersejarah di Kota Bukittinggi. Semua saya lakukan dengan berjalan kaki. Karena saya ingin menikmati setiap jengkal tanah di sini dengan khidmat. Kota impian sejak kecil.
Tempat pertama yang saya tuju tentu saja Rumah Kelahiran Bung Hatta. Salah satu proklamator kemerdekaan Indonesia. Di tempat ini saya bisa menyaksikan beberapa benda bersejarah, saksi bisu kelahiran sang proklamator. Saksi bisu perjuangan Bung Hatta sejak kecil hingga menjadi proklamator. Sebuah tempat yang tidak boleh dilewatkan jika berkunjung ke Kota Bukittinggi.
Setelah puas melihat-lihat Rumah Kelahiran Bung Hatta, tujuan saya selanjutnya melihat pasar atas dan pasar bawah. Pasar tradisional yang terkenal di kota ini. Tapi saya tidak lama berada di sini. Tidak berbelanja-belanja juga. Hanya ingin tahu saja. Karena tujuan saya selanjutnya adalah Janjang Koto Gadang. Atau disebut juga Great Wall of Kota Gadang. Tembok besarnya Kota Gadang.
Tempat pertama yang saya tuju tentu saja Rumah Kelahiran Bung Hatta. Salah satu proklamator kemerdekaan Indonesia. Di tempat ini saya bisa menyaksikan beberapa benda bersejarah, saksi bisu kelahiran sang proklamator. Saksi bisu perjuangan Bung Hatta sejak kecil hingga menjadi proklamator. Sebuah tempat yang tidak boleh dilewatkan jika berkunjung ke Kota Bukittinggi.
Setelah puas melihat-lihat Rumah Kelahiran Bung Hatta, tujuan saya selanjutnya melihat pasar atas dan pasar bawah. Pasar tradisional yang terkenal di kota ini. Tapi saya tidak lama berada di sini. Tidak berbelanja-belanja juga. Hanya ingin tahu saja. Karena tujuan saya selanjutnya adalah Janjang Koto Gadang. Atau disebut juga Great Wall of Kota Gadang. Tembok besarnya Kota Gadang.
Janjang Koto Gadang, Great Wall of Koto Gadang
Dari sini perjalanan saya lanjutkan menuju Panorama. Sebuah obyek wisata dengan latar pemandangan Ngarai Sianok. Di sana terdapat obyek wisata lobang Jepang yang lorongnya tembus hingga di dekat jalan menuju Janjang Koto Gadang.
Usai puas melihat-lihat dan mendengarkan sejarah lobang Jepang, perjalanan saya lanjutkan menuju Ngarai Sianok. Kebetulan saat saya berkunjung ke sana sedang musim kemarau. Jadi sungai di bawah Ngarai sedang surut nyaris kering. Jadi saya manfaatkan kesempatan itu untuk turun ke Ngarai. Kapan lagi? Meski jalan menuju ke sana cukup jauh. Mumpung di sini manfaatkan waktu dan kesempatan sebaik-baiknya.
Usai puas melihat-lihat dan mendengarkan sejarah lobang Jepang, perjalanan saya lanjutkan menuju Ngarai Sianok. Kebetulan saat saya berkunjung ke sana sedang musim kemarau. Jadi sungai di bawah Ngarai sedang surut nyaris kering. Jadi saya manfaatkan kesempatan itu untuk turun ke Ngarai. Kapan lagi? Meski jalan menuju ke sana cukup jauh. Mumpung di sini manfaatkan waktu dan kesempatan sebaik-baiknya.
Salah satu obyek wisata di sekitar Panorama
Maka begitulah. Akhirnya saya bisa melihat pemandangan indah Ngarai Sianok dari dekat. Bahkan turun ke sungai di bawah Ngarai yang sedang surut. Main bersama anak-anak yang ada di sekitar sungai. Mengagumi keindahan ciptaan-Nya yang luar biasa indah.
Meski harus berjalan puluhan kilometer. Bertanya ke sana-sini tentang lokasi tiap obyek wisata yang ingin saya kunjungi. Semua itu tak soal bagi saya. Yang terpenting adalah kepuasan batin menikmati setiap jengkal tanah di sana dengan penuh kesyukuran.
Meski harus berjalan puluhan kilometer. Bertanya ke sana-sini tentang lokasi tiap obyek wisata yang ingin saya kunjungi. Semua itu tak soal bagi saya. Yang terpenting adalah kepuasan batin menikmati setiap jengkal tanah di sana dengan penuh kesyukuran.
Pemandangan di sekitar Ngarai Sianok
Ngarai Sianok saat surut
Tuntas mengelilingi Kota Bukittinggi, perjalanan saya lanjutkan menuju Padang Panjang. Tujuan saya adalah Rumah Puisi Taufik Ismail. Tempat ini memang lumayan jauh. Saya terpaksa naik kendaraan untuk mengejar waktu. Khawatir kalau tempatnya segera tutup.
Awalnya saya tidak mengetahui keberadaan tempat ini. Saat perjalanan dari bandara menuju Kota Bukittinggi saya baru melihat papan petunjuknya. Dalam hati sudah bertekad, besok harus singgah di sini.
Jadilah hari itu juga saya menuju ke Rumah puisi Taufik Ismail. Tempat yang sangat indah dilihat dari luar. Dan tempat yang sangat nyaman saat berada didalamnya. Ingin rasanya berlama-lama di sana. Tapi mengingat hari sudah sore, khawatir tidak ada kendaraan lagi yang ke Kota Bukittinggi. Maka saya putuskan kembali ke penginapan setelah menikmati senja di Rumah Puisi Taufik Ismail.
Awalnya saya tidak mengetahui keberadaan tempat ini. Saat perjalanan dari bandara menuju Kota Bukittinggi saya baru melihat papan petunjuknya. Dalam hati sudah bertekad, besok harus singgah di sini.
Jadilah hari itu juga saya menuju ke Rumah puisi Taufik Ismail. Tempat yang sangat indah dilihat dari luar. Dan tempat yang sangat nyaman saat berada didalamnya. Ingin rasanya berlama-lama di sana. Tapi mengingat hari sudah sore, khawatir tidak ada kendaraan lagi yang ke Kota Bukittinggi. Maka saya putuskan kembali ke penginapan setelah menikmati senja di Rumah Puisi Taufik Ismail.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwAtKFJI3gYPrNrrPP8J1UjuPjIf2G3J-tcjW9Y5B89_bdrlo0uSNsNZLBr_wYlYZv73NDx4yYSXlldpO9yqhqzxYR8solkzg636d5OlA-bEVxMSHOeur94scH43JyMvxqDWIhfw-ZPa8/s400/IMG_20150816_143626.jpg)
Rumah Puisi Taufik Ismail
Bagian dalam Rumah Puisi Taufik Ismail
Tiba dipenginapan hari sudah beranjak malam. Saya segera membersihkan badan dan beristirahat sejenak. Maksud hati ingin menikmati suasana malam di Kota Bukittinggi. Apadaya kaki saya ternyata bengkak-bengkak. Rupanya efek jalan kaki seharian. Akhirnya saya putuskan untuk rebahan saja malam itu. Mengistirahatkan tubuh.
Esok harinya adalah hari Kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Maksud hati ingin melihat perayaan kemerdekaan di sana. Tapi kondisi kaki masih bengkak. Sementara hari itu saya harus kembali ke Jakarta. Maka sambil menunggu waktu check out, saya kembali rebahan mengistirahatkan diri.
Pukul 11.00 siang saya segera check out dari penginapan. Dengan mengendarai angkutan umum, saya menuju daerah Jambu Air. Tempat berkumpulnya mobil travel menuju bandara. Sebelum mobil berangkat, saya singgah sejenak di masjid Al-Falah, Jambu Air. Masjid ini cukup besar dan sangat mencolok. Karena berada di tepi jalan. Semua kendaraan yang akan menuju Kota Bukittinggi pasti melintasi jalan dan masjid ini. Karena itu saya sempatkan singgah walau sejenak
Singgah di Masjid Al-Falah, Bukittinggi sebelum menuju bandara Minangkabau
Dari sini saya langsung naik travel menuju bandara. Travel yang rupanya masih butuh penumpang ini memilih jalur alternatif untuk menuju bandara. Jadi bukan jalan utama yang saya lalui kemarin.
Jalan yang dilalui berkelok-kelok. Masuk dari satu kampung ke kampung lain. Meliuk-liuk di antara pepohonan yang rindang. Bukit-bukit yang indah. Sayangnya perut saya tak bisa diajak kompromi. Sepanjang jalan terasa mual ingin muntah. Karena saya tidak membawa kantong plastik, maka rasa itu saya tahan saja. Baru setelah tiba di bandara saya keluarkan semua. Lega meski ada sedikit rasa malu karena ada beberapa pasang mata yang menatap dengan heran.
Beberapa saat sebelum pesawat berangkat menuju Jakarta
Tiba di bandara masih tersisa waktu satu jam sebelum keberangkatan. Saya pikir lumayan untuk beristirahat memulihkan kaki. Tapi begitu tiba waktu keberangkatan, ternyata pesawat delay. Ada sedikit kesalahan teknis dengan pesawat yang sedang menuju ke sini dari Jakarta. Perasaan saya tiba-tiba merasa tidak enak. Rasanya gelisah saja. Waktu keberangkatan yang seharusnya pukul 20.00 malam, karena delay menjadi pukul 22.00 malam.
Setelah menunggu sekian jam, akhirnya pesawat yang akan membawa saya kembali ke Jakarta tiba juga. Saya dan beberapa orang bergegas menuju pesawat. Di dalam pesawat perasaan saya masih tidak karuan.
Setelah menunggu sekian jam, akhirnya pesawat yang akan membawa saya kembali ke Jakarta tiba juga. Saya dan beberapa orang bergegas menuju pesawat. Di dalam pesawat perasaan saya masih tidak karuan.
Ditambah suara anak kecil yang rewel. Menurut mitos kalau ada anak kecil yang rewel terus tanpa sakit, bisa jadi akan ada hal-hal yang tak terduga.
Ternyata feeling saya benar. Beberapa saat setelah pesawat mengudara, ada sedikit goncangan yang sangat terasa. Awalnya pelan tapi lambat laun keras dan menegangkan. Seluruh penumpang diminta tenang. Tapi mana bisa. Semua merasa takut seperti saya. Akhirnya hanya bibir kami yang komat-kamit memanjatkan doa.
Belum hilang perasaan tegang itu. Tiba-tiba pesawat kembali membuat penumpang histeris. Kali ini pesawat oleng kanan kiri lalu menukik dan naik kembali. Saya benar-benar merasakan takut yang luar biasa. Ini pertama kalinya saya naik pesawat dan mengalami kejadian seperti ini. Sungguh konyol jika baru pertama terus mati.
Akhirnya saya nyalakan handphone mengirim pesan tentang kondisi pesawat yang saya tumpangi. Mohon doanya agar saya bisa selamat. Sementara saya pun sudah pasrah dan banyak doa sambil melihat ke arah jendela terus. Saya berharap segera melihat lampu-lampu rumah penduduk, yang bertanda pesawat sebentar lagi akan mendarat.
Dalam suasana tegang akhirnya saya pun melihat kelap-kelip lampu penduduk. Ada sedikit kelegaan di hati. Bahwa pesawat akan segera tiba dan mendarat di Bandara Soekarno-Hatta.
Maka begitu pesawat benar-benar mendarat, seluruh penumpang mengucapkan puji syukur. Dini hari tiba di Jakarta tak masalah. Yang penting benar-benar menjejakkan kaki di bumi. Bukan di dunia lain.
Ini sungguh pengalaman wisata paling seru dan menegangkan sepanjang hidup saya. Apakah saya lantas kapok untuk bepergian? Tentu tidak. Apalagi wisata sudah menjadi bagian dari gaya hidup masa kini. Seperti yang bisa dilihat di sini Lifestyle.liputan6.com/kategori/travel
Jadi tak ada kapok untuk urusan traveling.
Larindah, 28 Februari 2018
Denik
#Liputan 6
Hahahaah .. berkesan banget ya kak pengalaman naik pesawat terbang sama sekali 😃
BalasHapusRasanya deg2an sekaligus feeling amazing ...
Akupun dulu juga gitu saat pertamakali naik plane,kak.
Kursi kucengkeram keras dan terus komat2 mengucap doa.
Mungkin kalo ada candid rekaman videonya pasti ngakak nontonnya 😂
Hihihi....iya, Kak. Apalagi pengalaman pertama saya ini cukup menegangkan. Rasanya enggak ingin naik pesawat lagi. Tapi bagaimana? Takdir membuat saya berkali-kali naik pesawat. Dan masih tetap sama rasanya. Selalu deg-degan... hihihi
Hapus