“Hadeuuuhh. Jangan naik-naik tangga, Nak! Nanti jatuh!” teriak seorang ibu ketika melihat anaknya mulai merangkak menuju tangga.
"Apa? Mau naik gunung? Wuduh, wuduh...gak..gak..gak. Ibu gak ijinin kamu pergi ke gunung. Nyari bahaya. Jalan-jalan ketempat lain saja. Jangan ke gunung?” celoteh ibu lain kepada anaknya yang mulai menyukai petualangan.
Lain lagi celotehan seorang ibu kepada anaknya yang sudah memiliki kekasih.
“Kamu sudah serius ingin menikah dengannya? Ibu sih terserah saja. Kamu yang akan menjalani. Tapi dipikirkan lagi. Kamu masih muda. Perjalananmu masih panjang. Kalau sudah menikah, gerak-gerikmu terbatasi. Apa-apa harus ijin suami. Iya, kalau suami pengertian? Kalau gak? Kerja dulu yang bener. Baru mikirin nikah.”
Semua celotehan para ibu itu tidak salah. Benar adanya. Tetapi ditanggapi berbeda oleh si anak.
“Ibu gue bawel banget dah. Naik gunung aja gak boleh. Itu kan mimpi gue sejak lama.”
Hampir semua anak berpendapat demikian. Ketika si ibu mengeluarkan pendapat dan menasihati segala macam.
“Nyak gue juga cerewet. Apa-apa gak boleh!”
Padahal jika direnungkan dengan seksama. Cerewetnya seorang ibu itu hanya karena satu alasan. Ia begitu menyayangi anaknya. Ia tidak mau anaknya jatuh dari tangga, karena jatuh itu sakit. Ia melarang anaknya naik gunung, sebab di gunung itu penuh resiko berbahaya. Jurang yang dalam, cuaca tak menentu. Tak banyak rumah penduduk. Dan lain sebagainya. Yang semuanya berinti satu, khawatir.
Begitu juga ketika si anak mulai memasuki tahap siap berumah tangga. Si ibu mulai menasehati segala macam. Yang kadang membuat anak kesal. Padahal si ibu hanya tidak ingin melihat anaknya menderita kala menikah. Makanya cerewet menanggapi semua hal. Mulai dari masalah kecil sampai masalah besar.
Ibu itu menyayangi anaknya melebihi nyawanya sendiri. Ia yang telah mengandung selama 9 bulan. Melahirkan, merawat dan membesarkan hingga seperti sekarang ini. Wajar jika ia tidak ingin anaknya kenapa-napa. Yang diwujudkan lewat kecerewatannya itu.
Seorang ibu juga sudah pernah mengalami apa itu sakit, apa rasanya terluka dan apa rasanya menderita. Dan ia tidak ingin anak-anaknya mengalami hal yang sama. Itu sebabnya ibu-ibu cenderung cerewet. Bisa memahamikan kenapa ibu kita cerewet? Mari renungkan dengan bijak. Agar tak terlontar lagi perkataan.
"Mak gue cerewet!”
#onedayonepost
#harike-11
#oktober2016
#renungandiri
#harike-11
#oktober2016
#renungandiri
walaupun cerewet tetep yg nomer satu
BalasHapusBetuuull
HapusSaya juga cerewet nih
BalasHapusHarus...demi kebaikan..hehe
HapusIya ibuku juga cerewet.. dan sepertinya aku juga cerewet.. hahahaha nyerewetin siswa..
BalasHapusaku juga..hehe
BalasHapusMak gue crewet = mak sayang gue
BalasHapusSemakin mak crewet = semakin mak ngawatirin gue. Hiks
Mak gue crewet = mak sayang gue
BalasHapusSemakin mak crewet = semakin mak ngawatirin gue. Hiks