Langsung ke konten utama

Diary Bimtek Penulis Sejarah Kemendikbud 2017 (Serba-serbi Peserta Bimtek)

Tak terasa kegiatan Bimtek Penulis Sejarah Kemendikbud 2017 di Jakarta sudah sampai hari terakhir. Berhubung semua urusan sudah diselesaikan pada malam harinya. Maka pada hari Jumat, 4 Maret 2017 pagi itu kami sudah bisa bebas.

Dokumen pribadi

Ada yang seusai sarapan langsung meninggalkan hotel. Demi mengejar jadwal kereta api yang pertama. Sebab jika sampai ketinggalan kereta api pertama, maka baru sekitar pukul tiga sore kereta api yang mereka tunggu akan tiba kembali. Yaitu kereta api jurusan Serang.

Meski hati masih ingin bersama-sama lebih lama untuk berbagi cerita, tetapi karena kondisinya seperti itu. Akhirnya dengan berat hati saya pun merelakan mereka pulang terlebih dulu. Tanpa ada foto narsis bersama mereka.

Saya sendiri masih berleha-leha di kamar. Enggan rasanya untuk beranjak. Bukan karena terbuai kenyamanan fasilitas hotel. Tetapi karena tidak bisa lagi berbagi cerita dan kisah dengan kawan sekamar, yang meski baru bertemu dan berkenalan di acara ini, kami sudah merasakan kecocokan.

Teman sekamar, Mba Weni (dokpri)

Bercerita tentang kawan sekamar, tentunya masing-masing peserta memiliki kisah. Karena sejak awal pembagian kamar sudah terlihat keseruan itu.

“Nanti tukeran kamar ya, Mba! Aku mau sama Mba ini,” ujar salah satu peserta.

“Aku sih sama siapa sajalah,” ujar peserta yang lain.

Hal itu terjadi pada peserta perempuan. Entah seperti apa yang terjadi dengan peserta laki-laki. Seheboh peserta perempuan jugakah? Atau biasa saja. Saya lupa untuk menanyakan hal itu.

Setelah para peserta sudah mendapatkan kunci kamar dan mengetahui siapa kawan sekamarnya. Selanjutnya tinggal adaptasi masing-masing peserta dengan kawan sekamarnya. Satu hal yang entah diketahui atau tidak oleh peserta lain. Bahwa ternyata ada dua pasangan suami istri yang sama-sama menjadi peserta. Itu saya ketahui dari perbincangan yang tak sengaja ketika menyapa peserta lain saat bertemu di lift.

“Loh! Mba kok dilantai 4. Lainnya dilantai 5 dan 6 deh. Perempuan sendiri dilantai ini,” tanya saya.

Si Mba peserta itu tersenyum mendengar pertanyaan saya.

“Iya. Saya perempuan sendiri dilantai ini. Karena sekamar dengan suami,” sahut si Mba itu.

“Oalaah...Sama suami. Enaknya. Sekalian bulan madu kesekian ini sih,” goda saya.

“Kok bisa Mba?” tanya saya lagi.

“Gak tahu juga. Kita sama-sama daftar eh, tahunya lolos dua-duanya,” jawab si Mba.

Yah,ya... inilah hidup. Penuh hal-hal tak terduga.

Kisah lain tentang peserta yang juga suami istri saya ketahui tanpa sengaja juga. Kebetulan kami satu kelompok. Dalam suatu kesempatan kami ingin foto bersama menggunakan tongsis saya. Kebetulan saya kemana-mana terbiasa membawa tongsis. Bukan narsis apalagi mau eksis. Bagi saya setiap peristiwa yang terjadi dalam hidup kita itu merupakan sejarah yang belum tentu terulang lagi dengan sama persis. Karenanya perlu diabadikan dalam bentuk foto. Setidaknya untuk cerita pada anak cucu nantinya.

Dengan adanya foto akan menguatkan cerita kita. Selain itu, bagi saya sebuah perjalanan atau peristiwa tanpa dokumentasi rasanya kurang greget. Maka begitulah saya. Kemana-mana membawa tongsis.

Kembali kepada cerita peserta yang juga suami-istri tersebut. Kami akhirnya tidak jadi foto menggunakan tongsis. Si Mba peserta itu menghampiri salah satu peserta laki-laki. Dari gerak dan bahasa tubuh sepertinya bukan baru pertama kali kenal. Peserta laki-laki itu yang akhirnya memotret kami berulang kali. Begitu selesai dan peserta itu pergi. Saya pun bertanya pada si Mba anggota kelompok kami.

“Sudah kenal dengan Mas yang tadi ya Mba? Kok kelihatan akrab betul?” tanya saya.

Si Mba tampak senyum-senyum. Agak malu ia menjawab dengan lirih.

“Itu suami saya."

Wow, ada kisah menarik lagi ini. Saya pun bertanya-tanya lagi ingin tahu lebih banyak. Kalau peserta yang satu menunjukkan bahwa mereka pasangan suami-istri sehingga bisa satu kamar. Peserta yang ini justru diam-diam. Jadi masing-masing sekamar dengan kawan yang sudah ditentukan oleh pihak hotel.

“Kok bisa Mba lolos barengan?” tanya saya.

“Gak tahu juga. Kita juga kaget. Memang kita sama-sama daftar. Tapi dengan instansi berbeda,” tutur si Mba.

“Terus lapor gak kalau kalian suami-istri. Biar boleh satu kamar,” kata saya lagi.

“Gak. Diam-diam aja kita. Biar saja. Gak apa-apa juga kok,” ujar si Mba santai.

“Iya juga sih. Rasanya lebih seru yang diam-diam begini Mba. Sekalian uji pesona. Barangkali ada peserta yang mendekati suami Mba atau sebaliknya. Bisa tahu deh tuh siapa yang pesonanya masih kuat,” goda saya. Si Mba tampak tergelak mendengar pendapat saya. 

Dan masih banyak kisah seru lain yang saya alami. Baik melalui cerita atau kejadian secara langsung. Untuk Kejadian seru yang langsung saya alami, ini terkait dengan kawan sekamar. Rabu malam itu atau satu hari sebelum orientasi lapangan, kami berdua baru bisa tidur pukul 03.30 WIB. Ini bukan semata-mata karena kami mengerjakan tugas. Tapi karena kami baru saja melakukan perjalanan kilat.

Wow! Perjalanan kilat? Maksudnya? Jadi begini. Malam itu selepas makan malam kami seluruh peserta diminta memperbaiki tulisan yang sudah dikoreksi. Kemudian dikumpulkan kembali malam itu juga. Saya dan kawan sekamar pun melakukan tugas itu dengan tekun. Meski WiFi di kamar agak sulit terhubung. Sampai pukul 10 malam kami belum bisa mengirim email. Lalu pukul 11 malam si Mba kawan sekamar mengajak saya turun. Suaminya ada dilobi.

Baru tiba dari bandara dan si Mba mau mengantar pulang ke Bekasi. Saya pun diajaknya agar ada kawan saat kembali ke hotel. Maka begitulah...dengan mengendarai mobil yang si Mba bawa, malam itu kami meluncur ke Bekasi. Maaf ya panitia, kami tidak ijin.

Tak disangka perjalanan saat berangkat macet sekali. Alhasil kami tiba di Bekasi sekitar pukul 01.00 dini hari. Setelah menurunkan barang-barang si suami, kami pun bergegas kembali ke hotel. Dalam perjalanan sempat mencari minuman jahe karena saya merasa mual dan pusing. Setelah merasa nyaman, perjalanan pun dilanjutkan. Sekitar pukul 02.30 dini hari kami tiba di hotel. Langsung menyelesaikan tugas dan lain-lain. Baru pukul 03.30 dini hari saya merebahkan diri.

Foto dulu sebelum perjalanan menuju kota tua (dokpri)

Esok paginya dengan tubuh yang masih melayang kami bangun dan harus mengikuti kegiatan hari itu. Keliling menyusuri Glodok-Museum Fatahillah. Wajar jika kawan saya ngedrop diperjalanan. Dan saya malam harinya. Kekonyolan yang kami lakukan ini menjadi kenangan yang tak terlupakan. Dan membuat kami senyum-senyum saat mengingatnya. Gila!

Keseruan dengan peserta bimtek berlanjut saat sarapan pagi di hari terakhir itu. Saya dengan beberapa peserta iseng-iseng mencoba tebak wajah. Salah satu peserta kami tebak berasal dari Sumatera Barat dilihat dari fisik secara keseluruhan. Ternyata tebakan kami salah. Ia sedikitpun tak ada darah Sumatera. Aslinya dari Betawi. Wow!

Lain lagi tebakan untuk peserta satunya. Kami menebak ia berasal dari Manado. Lagi-lagi dilihat secara fisik. Ternyata tebakan kami meleset lagi. Ternyata ia yang berasal dari Padang, Sumatera Barat. Ternyata tak bisa menebak seseorang berasal dari sini atau dari sana hanya dengan melihat penampilan.

Sarapan terakhir sebelum berpisah (dokpri)

Tak terasa waktu terus bergulir. Sebagaian dari kami memang enggan beranjak sebelum pukul 10 pagi. Karenanya kami berkumpul dan membahas segala hal di meja makan. Intinya silaturrohim ini jangan sampai terputus begitu saja. Tetapi karena waktu jua dan saya pun sudah dijemput. Maka berpisahlah kami. Tak ada pesta yang tak usai. Tak ada perjumpaan tanpa perpisahan. Dan kami harus menerima semua ini dengan lapang hati. Terima kasih atas kebersamaan yang indah ini. Mohon maaf jika ada salah yang tak disadari.


#bimtekpenulissejarahkemendikbud
#onedayonepost
#maret2017
#harike-4
























Komentar

  1. Kalau soal foto-memfoto sih saya tak perlu ragu lagi dengan Mbak Denik, dari hari pertama saja sepertinya sudah banyak banget kenangan yang ditangkap kameranya, haha. Ternyata begitu ceritanya sampai pas ekskursi dan ada yang sakit. Semoga semua sudah sembuh ya sekarang. Sepertinya saya tahu yang mana pasangan suami istri itu. Kendati saya cuma tahu satu, sebab yang satunya lagi saya bingung yang mana, haha. Semoga kita bisa ketemu lagi di kesempatan lain ya Mbak, hehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahaha...Iya Mas Gara. Semoga kita bisa bertemu lagi dilain kesempatan. Deket-deket saya ya biar ketangkep kamera tongsis saya.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Misteri Pohon Besar di Kalibata City Apartement

Saat saya sedang berjalan-jalan di Kalibata City Apartment, Jakarta Selatan. Pandangan saya tertarik pada sebuah pohon besar di samping belakang apartement. Ukuran pohonnya memang besar sekali. Pikir saya. ”Kenapa tidak ditebang? Bisa bahaya kalau roboh.”  Dokumen pribadi Saya pun iseng menanyakan hal tersebut kepada kawan yang sudah lama tinggal di sana. Jawabannya sungguh membuat merinding bulu kuduk.  “Gak ada yang bisa menebang pohon tersebut. Karena banyak penunggunya. Setiap malam ada saja yang melihat penampakan-penampakan dibawah pohon itu.”  Hiiii...Seram juga ya, pikir saya. “Makanya ada semacam meja kecil diatas pohon itu. Untuk tempat sesajen. Biar penunggunya gak mengganggu orang-orang di sini,” papar kawan saya. Diam-diam ada rasa penasaran dalam hati saya. Seperti apa sih pohon itu jika dilihat dari dekat?  Maka saya pun mendekati pohon tersebut. Memang besar sekali. Terlihat dari batangnya yang besar dan tinggi. Nama pohonnya ternyata pohon mahoni. Usianya lebih

Alhamdulillah Bisa Kentut

Uuupppss!!! Ini bukan bicara jorok atau kotor. Tapi hanya untuk mengingatkan. Bahwa maaf, kentut itu termasuk anugerah terindah yang patut disyukuri. Loh! Kok? Eits, jangan bengong begitu ah. Coba saja rasakan ketika kita beberapa hari ternyata enggak bisa kentut. Rasanya ini perut kembung dan enggak enak. Tapi begitu bisa kentut. Rasanya legaaaa...sekali. Bisa terbayang toh bagaimana mereka yang tidak bisa kentut atau BAB (Buang air besar) akhirnya harus ke rumah sakit untuk diambil tindakan. Maka bersyukurlah kita yang bisa kentut setiap saat. Selama ini kita mengucapkan syukur itu jika berhubungan dengan rezeki dan sesuatu yang menyenangkan.  "Alhamdulillah dagangan hari ini ludes."  Atau  "Alhamdulillah si kakak juara kelas." Sangat jarang jika mengeluarkan kentut langsung mengucap Alhamdulillah. Padahal kentut salah satu nikmat yang luar biasa.  Jadi mulai sekarang biasakan mengucap syukurnya bukan saja ketika berhubungan dengan rezeki dan gengsi.

Gaya Rambut Muslimah yang Dianjurkan

Gaya rambut seseorang biasanya mengikuti karakter diri orang tersebut. Jika ia seorang yang aktif dan energik. Maka gaya rambut yang dipilih biasanya model Demi Moore. Itu loh si cantik di film Ghost. Gaya rambut ala Demi Moore Image foto by Lifestyle Okezone Gaya rambut ala Demi Moore sempat nge-hits di jamannya. Atau gaya rambut ala Putri Diana. Mendiang istri Pangeran Charles dari Inggris ini tetap cantik dan anggun meski berambut pendek. Gaya rambut ala Putri Diana Image foto by pinteres Bagi orang yang memiliki rambut panjang disebut sebagai orang yang sabar. Karena memiliki rambut panjang memang butuh kesabaran. Terutama dalam hal perawatan. Image foto by tagged.com Sementara orang yang menyukai gaya rambut pendek disebut sebagai orang yang tidak sabaran. Ingin serba cepat dalam bertindak. Tentu orang yang seperti ini tidak akan sabar kalau harus merawat rambut. Itu semua pendapat yang saya yakini ketika belum berhijab. Setelah berhijab dan mengetahui