Dalam hidup bermasyarakat dan bertetangga, kita tidak akan lepas dengan yang namanya gotong royong, tolong menolong dan saling berbagi.
Dokpri
Suka atau tidak suka. Mau atau tidak. Sempat atau tidak sempat. Pasti pada satu ketika akan ada momen yang membuat kita terlibat dalam sebuah acara di lingkungan sekitar.
Kerja bakti bagi para bapaknya. Menyiapkan makanan tugas para ibunya. Di lingkungan tempat tinggal saya tanpa dikomando, para ibu spontan menyiapkan makanan bila mendengar akan ada kerja bakti.
"Saya bikin lontong ya buat kerja bakti besok," kata seorang ibu.
"Kalau gitu saya bikin bakwannya deh buat tambahan," sahut ibu yang lain.
Begitu seterusnya. Sehingga tak terasa sudah terkumpul beberapa makanan untuk para bapaknya usai kerja bakti.
Seperti itulah kebersamaan yang kerap terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat. Padahal hanya sekadar kerja bakti. Apalagi hal lain yang lebih sakral seperti acara pernikahan, sunatan dan pengajian.
Dokpri
Berbondong-bondong para ibu mendatangi rumah orang yang akan mengadakan acara. Sambil membawa buah tangan dengan dalih untuk tambahan acara. Tentu saja disambut dengan suka cita oleh si pemilik acara. Meski secara umum si pemilik acara tidak kekurangan makanan.
Inilah tradisi turun-temurun yang ada dan dilakukan oleh masyarakat pada umumnya. Walaupun ketika acara berlangsung tidak semua para ibu tersebut bisa hadir.
"Tengok dulu deh sebentar. Enggak enak kalau enggak nongol."
Begitu alasan yang terlontar. Dan tentu saja sambil membawa tentengan atau buah tangan.
"Buat pantes-pantes. Mosok yo nengok enggak bawa apa-apa."
Sebuah tindakan baik yang patut ditiru dan diteladani oleh anak cucu.
Tapi, ada hal-hal lain yang tidak boleh diabaikan dalam urusan bawa membawa makanan ini. Agar tidak digunjingkan apalagi sampai dicibir.
Kok bisa? Memang ada yang seperti itu? Hohoho, ada. Bahkan banyak. Eh? Ini real. Nyata. Hal yang sangat mungkin terjadi dalam kehidupan masyarakat yang majemuk. Saya melihat dan menyaksikan peristiwa tersebut.
Ketika ada salah satu tetangga dekat rumah ketempatan arisan warga. Berhubung tempat tinggal kami berdekatan maka saya tak hanya datang menengok sambil membawa buah tangan. Namun ikut membantu merapikan makanan ke dalam piring yang akan disajikan nantinya.
"Bu, yang ini mau dibuat suguhan juga gak? Warnanya begini sih," kata seorang ibu meminta persetujuan tuan rumah.
Tuan rumah melihat dan mengamati bungkusan yang disodorkan si ibu yang membantu merapikan makanan.
"Oh, jangan deh, Bu. Ini sudah enggak layak makan. Kurang pantas untuk suguhan. Tolong dipisahkan saja. Jangan sampai kelihatan. Enggak enak sama yang ngasih."
"Memang ini bawaan siapa, Bu? Siapa yang ngasih buah sudah busuk ini?" tanya ibu satunya.
Tuan rumah hanya tersenyum.
"Ada tadi. Sudah diam-diam saja. Enggak usah dibahas ya, Bu. Enggak enak kalau sampai kedengaran orangnya."
Saya hanya menggelengkan kepala. Kalau dilanjutkan bisa jadi gosip berkepanjangan tuh. Biasalah ibu-ibu. Cuma enggak habis pikir saja. Kok ada yang tega memberi makanan tak layak seperti itu?
Saya pun segera memotret secara diam-diam. Biasa deh. Naluri blogger langsung bereaksi. Enggak ada momen saja bawaannya pepotoan. Apalagi ada momen.
Ini untuk catatan dan sebagai pengingat diri juga. Mbok yao (terjemahin gak nih) kalau mau memberi sesuatu untuk orang lain, berilah dengan yang baik-baik. Bukankah ajaran agama pun demikian?
Kembalikan saja ke diri sendiri. Mau enggak makan makanan seperti itu? Suka enggak dengan makanan begitu? Jika kita saja tidak suka, tentu orang lain pun demikian.
Jadi jangan kita enggak suka lalu diberikan pada orang lain. Agama kita tidak mengajarkan demikian. Bahkan dalam salah satu kisah, Rasulullah SAW menjelaskan. Hendaklah kita baik dengan tetangga. Ketika memasak sesuatu yang sekiranya tetangga ikut mencium bau masakan kita, maka bagilah tetangga tersebut begitu selesai dimasak.
Jangan cuma diberi baunya saja. Atau memberi sisanya ketika kita sudah tidak suka lagi. Dengan alasan mubazir. Daripada dibuang lebih baik dikasihkan orang. Ini tidak benar. Masa memberi makanan sisa?
Yang benar dahulukan memberi ketika masakan atau makanan masih fresh from oven (istilahnya). Begitu ajaran yang diberikan? Sudahkah kita seperti itu? Semoga. (EP)
Ketika ada salah satu tetangga dekat rumah ketempatan arisan warga. Berhubung tempat tinggal kami berdekatan maka saya tak hanya datang menengok sambil membawa buah tangan. Namun ikut membantu merapikan makanan ke dalam piring yang akan disajikan nantinya.
"Bu, yang ini mau dibuat suguhan juga gak? Warnanya begini sih," kata seorang ibu meminta persetujuan tuan rumah.
Tuan rumah melihat dan mengamati bungkusan yang disodorkan si ibu yang membantu merapikan makanan.
Dokpri
"Oh, jangan deh, Bu. Ini sudah enggak layak makan. Kurang pantas untuk suguhan. Tolong dipisahkan saja. Jangan sampai kelihatan. Enggak enak sama yang ngasih."
"Memang ini bawaan siapa, Bu? Siapa yang ngasih buah sudah busuk ini?" tanya ibu satunya.
Tuan rumah hanya tersenyum.
"Ada tadi. Sudah diam-diam saja. Enggak usah dibahas ya, Bu. Enggak enak kalau sampai kedengaran orangnya."
Saya hanya menggelengkan kepala. Kalau dilanjutkan bisa jadi gosip berkepanjangan tuh. Biasalah ibu-ibu. Cuma enggak habis pikir saja. Kok ada yang tega memberi makanan tak layak seperti itu?
Saya pun segera memotret secara diam-diam. Biasa deh. Naluri blogger langsung bereaksi. Enggak ada momen saja bawaannya pepotoan. Apalagi ada momen.
Ini untuk catatan dan sebagai pengingat diri juga. Mbok yao (terjemahin gak nih) kalau mau memberi sesuatu untuk orang lain, berilah dengan yang baik-baik. Bukankah ajaran agama pun demikian?
Kembalikan saja ke diri sendiri. Mau enggak makan makanan seperti itu? Suka enggak dengan makanan begitu? Jika kita saja tidak suka, tentu orang lain pun demikian.
Jadi jangan kita enggak suka lalu diberikan pada orang lain. Agama kita tidak mengajarkan demikian. Bahkan dalam salah satu kisah, Rasulullah SAW menjelaskan. Hendaklah kita baik dengan tetangga. Ketika memasak sesuatu yang sekiranya tetangga ikut mencium bau masakan kita, maka bagilah tetangga tersebut begitu selesai dimasak.
Jangan cuma diberi baunya saja. Atau memberi sisanya ketika kita sudah tidak suka lagi. Dengan alasan mubazir. Daripada dibuang lebih baik dikasihkan orang. Ini tidak benar. Masa memberi makanan sisa?
Yang benar dahulukan memberi ketika masakan atau makanan masih fresh from oven (istilahnya). Begitu ajaran yang diberikan? Sudahkah kita seperti itu? Semoga. (EP)
#odopday13
#onedayonepost
#tentangbertetangga
#estrilookvommunity
Komentar
Posting Komentar