Adzan subuh baru saja berkumandang ketika hujan turun dengan tiba-tiba. Tanpa sadar dari bibir ini terlontar sebuah keluhan.
"Yah, pagi-pagi hujan."
Sebuah ucapan yang begitu saja meluncur tanpa maksud mengeluh pada Si Pemberi hidup. Naluri saja. Sebab tidak bisa dipungkiri bahwa hujan pagi-pagi itu cukup merepotkan. Apalagi harus berangkat beraktifitas seperti biasa.
Saya pun segera menyiapkan jas hujan, plastik kresek untuk menyimpan tas beberapa perlengkapan lain agar tidak kebasahan. Mengendarai motor dalam kondisi hujan butuh persiapan extra. Setelah menyiapkan segala keperluan tinggal memikirkan sarapan.
Jika tidak dalam kondisi hujan seperti ini, biasanya sepiring nasi uduk atau semangkuk bubur sudah siap di meja. Atau jika sedang malas keluar membeli sarapan, biasanya telur mata sapi atau telur dadar cukup sebagai menu sarapan.
Tapi pagi ini kebetulan telur di rumah habis. Rupanya adik saya lupa memberi tahu, sehingga tadi malam saya tak membelinya di warung. Saya pun diam terpaku menatap sebungkus roti tawar di meja. Penganan yang selalu tersedia di rumah.
Picture by pixabay
Karena sesungguhnya saya sangat menyukai roti tawar dengan berbagai variasi. Bisa dibuat sandwich atau dibakar dengan olesan cokelat dan potongan pisang. Tetapi sejak ibu meninggal satu tahun yang lalu, saya tidak terlalu antusias lagi memakan roti tawar. Karena jadi teringat dengan almarhum ibu.
Bagaimana tidak? Semenjak ibu mengetahui kalau saya sangat suka roti tawar, beliau tak pernah absen membeli roti tawar untuk saya. Pernah suatu hari saya mendengar percakapan ibu dengan adik saya di dapur, yang membuat saya terharu. Ternyata ibu begitu sayang terhadap saya.
"Eh,eh...itu roti tawar jangan dimakan. Tinggal dua lapis. Buat sarapan Erni!" seru ibu saya.
"Yaelah Bu. Mba Er sarapan nasi goreng aja sih. Aku kan lagi pengen roti tawar yang dicelup di susu," rengek adik saya.
"Kamu kan gak kemana-mana. Nunggu tukang rotinya lewat lagi. Itu biar buat Mba mu," kata ibu lagi.
Yang tentu membuat adik saya menggerutu tak karuan. Saya senyum-senyum saja dari dalam kamar sambil membereskan segala keperluan. Begitu keluar dari kamar, saya berpapasan dengan ibu.
"Lho! Bu! Apa ini?" tanya saya saat ibu menyodorkan kotak makan pada saya.
'Itu roti bakar kesukaanmu. Tadi mau dimakan adikmu. Jadi langsung ibu bakar dan bungkus untuk bekalmu," sahut ibu.
'Itu roti bakar kesukaanmu. Tadi mau dimakan adikmu. Jadi langsung ibu bakar dan bungkus untuk bekalmu," sahut ibu.
Oh, saya pun langsung memeluk ibu penuh keharuan.
"Ya, ampun! Terima kasih ya Bu," kata saya.
Dan itu menjadi kenangan terindah dalam hidup saya. Yang membuat saya menitikkan air mata bila mengingat kenangan itu. Pagi ini, diiringi rinai hujan di luar sana. Saya dengan terpaksa membuat sarapan dari roti tawar. Yang sesungguhnya telah saya hindari sejak lama. Hal ini membuat saya teringat ibu. Dan benar saja, saat mengoles roti tawar, air mata ini tanpa terasa menetes begitu saja. Saya pun sarapan pagi dengan berurai air mata. Dalam sepotong roti tawar ada kasih sayang ibu yang terus terasakan sampai detik ini. I miss you, Bu.
#HariKeduapuluhdua
#OneDayOnePost
#CeritaPagiini
#OneDayOnePost
#CeritaPagiini
Mba Denikkk...
BalasHapusAku mewek bacanya.😭.
Samaan ya kita
Aku juga suka roti tawar dikasih blueband di atasnya.
Dulu selalu ibu yang nyiapin roti tawar itu sebelum berangkat sekolah 😭.
Hiks, homesick banget, kangen ibu....
Iya...roti tawar gak pernah ada bosennya.
HapusMba Denikkk...
BalasHapusAku mewek bacanya.😭.
Samaan ya kita
Aku juga suka roti tawar dikasih blueband di atasnya.
Dulu selalu ibu yang nyiapin roti tawar itu sebelum berangkat sekolah 😭.
Hiks, homesick banget, kangen ibu....
termehek mehek bacanya, sediih banget
BalasHapustermehek mehek bacanya, sediih banget
BalasHapusIya nih Mba Lisa. Sesuatu yang kurasakan pagi tadi.
HapusSampai nangis aku, Mbak. :'(
BalasHapus