Sahabat. Kita sering mendengar bahkan mengucapkan kata sahabat. Tetapi apakah kita semua paham, apa itu arti sahabat sesungguhnya?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sahabat adalah teman, kawan. Persahabatan artinya hubungan antara teman dengan teman yang berlangsung dalam waktu lama.
Apakah lamanya sebuah hubungan menjadi jaminan terjalinnya persahabatan yang indah? Tidak selalu. Tergantung masing-masing individu.
Saya pribadi memaknai sahabat bukan dari lamanya kita berteman. Tetapi bagaimana orang itu mau menerima diri kita apa adanya tanpa dibuat-buat dan tulus. Begitu juga sebaliknya.
Rasanya ingin selalu berbagi dan bisa bersama-sama setiap saat. Layaknya kekasih. Hanya saja yang namanya sahabat tak diselimuti kabut cinta.
Oleh karenanya tidak mudah mendapatkan seorang sahabat sejati. Semua berproses dan mengalir begitu saja tanpa bisa direkayasa.
Mengalir begitu saja. Hal itulah yang terjadi ketika akhirnya saya memiliki seseorang bernama sahabat.
Berawal dari surat menyurat. Lalu berlanjut untuk bertemu langsung. Bergantian saling kunjung ke rumah masing-masing. Akhirnya kami pun menjadi akrab. Sampai sekarang. Sudah hampir 30 tahun.
Padahal dulu waktu masih satu sekolah jarang berinteraksi. Begitu lulus sekolah dia pindah rumah dan juga sekolah. Suatu hari datang sepucuk kartu ucapan selamat hari raya. Selanjutnya menyusul kartu ucapan lain dan surat-surat berisi cerita sehari-hari.
Kemudian semua mengalir begitu saja. Dengan bumbu pertengkaran dan salah paham juga tentunya. Namun tak membuat hubungan ini selesai. Ketika era surat menyurat mulai tergantikan oleh telepon seluler. Hubungan kami pun beralih ke telepon. SMS dan telepon membuat kita terasa dekat.
Suatu ketika ponsel saya rusak. Sehingga tidak bisa digunakan untuk menelpon. Hanya bisa mengirimkan SMS. Tiba-tiba saya mendapatkan hadiah sebuah ponsel NOKIA 2310.
"Nih buat Elo. Biar gampang dihubungi. Kelamaan kalo sms-an."
Saya sungguh tak percaya. Sebab saat itu ponsel masih barang langka. Kok dengan entengnya dia menghadiahi saya ponsel. Dengan warna kesukaan saya lagi. Biru langit. Bohong kalau tidak senang.
Jadi itu ponsel kedua yang saya miliki. Dan ponsel NOKIA pertama yang saya miliki. Hadiah dari seorang sahabat.
Apakah dengan hadiah sebuah ponsel lantas saya akan selalu mengangkat telepon dari sahabat saya itu? Tidak juga. Biasa saja. Selama saya sedang senggang dan tidak banyak pekerjaan, maka dengan senang hati saya angkat telepon darinya. Jika tidak ya tetap saja saya abaikan.
Karena inilah saya. Tidak ingin melakukan sesuatu dengan terpaksa. Meski si sahabat ini sudah baik sekali. Bukan berarti kita jadi merasa tak enak hati yang kemudian melakukan sesuatu karena terpaksa.
Sejatinya sahabat memang seperti ini. Tetap menjadi diri sendiri. Tak ada keterpaksaan. Saling melengkapi dan tahu sama tahu. Dan yang terpenting mau menerima apa adanya diri si sahabat. (EP)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sahabat adalah teman, kawan. Persahabatan artinya hubungan antara teman dengan teman yang berlangsung dalam waktu lama.
Apakah lamanya sebuah hubungan menjadi jaminan terjalinnya persahabatan yang indah? Tidak selalu. Tergantung masing-masing individu.
Saya pribadi memaknai sahabat bukan dari lamanya kita berteman. Tetapi bagaimana orang itu mau menerima diri kita apa adanya tanpa dibuat-buat dan tulus. Begitu juga sebaliknya.
Rasanya ingin selalu berbagi dan bisa bersama-sama setiap saat. Layaknya kekasih. Hanya saja yang namanya sahabat tak diselimuti kabut cinta.
Oleh karenanya tidak mudah mendapatkan seorang sahabat sejati. Semua berproses dan mengalir begitu saja tanpa bisa direkayasa.
Mengalir begitu saja. Hal itulah yang terjadi ketika akhirnya saya memiliki seseorang bernama sahabat.
Berawal dari surat menyurat. Lalu berlanjut untuk bertemu langsung. Bergantian saling kunjung ke rumah masing-masing. Akhirnya kami pun menjadi akrab. Sampai sekarang. Sudah hampir 30 tahun.
Padahal dulu waktu masih satu sekolah jarang berinteraksi. Begitu lulus sekolah dia pindah rumah dan juga sekolah. Suatu hari datang sepucuk kartu ucapan selamat hari raya. Selanjutnya menyusul kartu ucapan lain dan surat-surat berisi cerita sehari-hari.
Kemudian semua mengalir begitu saja. Dengan bumbu pertengkaran dan salah paham juga tentunya. Namun tak membuat hubungan ini selesai. Ketika era surat menyurat mulai tergantikan oleh telepon seluler. Hubungan kami pun beralih ke telepon. SMS dan telepon membuat kita terasa dekat.
Suatu ketika ponsel saya rusak. Sehingga tidak bisa digunakan untuk menelpon. Hanya bisa mengirimkan SMS. Tiba-tiba saya mendapatkan hadiah sebuah ponsel NOKIA 2310.
"Nih buat Elo. Biar gampang dihubungi. Kelamaan kalo sms-an."
Saya sungguh tak percaya. Sebab saat itu ponsel masih barang langka. Kok dengan entengnya dia menghadiahi saya ponsel. Dengan warna kesukaan saya lagi. Biru langit. Bohong kalau tidak senang.
Jadi itu ponsel kedua yang saya miliki. Dan ponsel NOKIA pertama yang saya miliki. Hadiah dari seorang sahabat.
Apakah dengan hadiah sebuah ponsel lantas saya akan selalu mengangkat telepon dari sahabat saya itu? Tidak juga. Biasa saja. Selama saya sedang senggang dan tidak banyak pekerjaan, maka dengan senang hati saya angkat telepon darinya. Jika tidak ya tetap saja saya abaikan.
Karena inilah saya. Tidak ingin melakukan sesuatu dengan terpaksa. Meski si sahabat ini sudah baik sekali. Bukan berarti kita jadi merasa tak enak hati yang kemudian melakukan sesuatu karena terpaksa.
Sejatinya sahabat memang seperti ini. Tetap menjadi diri sendiri. Tak ada keterpaksaan. Saling melengkapi dan tahu sama tahu. Dan yang terpenting mau menerima apa adanya diri si sahabat. (EP)
#Day15
#ODOP
#Teknologi
#EstrilookCommunity
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus