Langsung ke konten utama

Meski Harus Kehilangan, Inilah Pencapaian Tertinggi Hidup Saya

Setiap orang tentu memiliki tujuan dan pencapaian yang ingin diraih dalam hidupnya. Pencapaian itu bermacam-macam. Ada yang ingin memberangkatkan orangtuanya ke tanah suci. Ada yang ingin menikah dalam usia sekian. Ada yang ingin keliling Indonesia atau dunia.

Begitu pula dengan saya. Sejak memutuskan berhijab dan belajar ilmu agama. Saya mengubah pencapaian yang ingin diraih dalam hidup ini. Jika dulu ingin sekali ke negara Swiss dan bekerja di sana. Maka setelah hijrah sudah tidak terlalu menginginkannya. Biasa saja.

Apa artinya saya mengubah negara tujuan menjadi ke Mekkah? Hohoho...tidak juga. Ke Mekkah dan Madinah sih bagi umat muslim sebuah keharusan. Kan termasuk dalam rukun Islam yang ke-5. Pergi haji ke baitullah. Jadi bagi saya bukan sebuah pencapaian yang khusus. Memang seharusnya. Setidaknya bisa umrohlah.

Lalu apa dong hal yang ingin saya capai dalam hidup ini?

Mungkin kedengarannya aneh. Namun begitulah. Ini sebuah keinginan yang tulus dari hati dan sangat ingin saya capai. Meski rasanya tidak mungkin. Sebab terkait umur dan qodarullah.

Maksudnya apa nih?

Jadi setelah saya belajar agama. Memang sebelumnya tidak belajar agama? Belajar dong. Hanya sambil lalu. Pokoknya sudah tahu, ya sudah.  Tidak terlalu memahamilah. Begitu sudah tahu. Wah, rasanya gimana gitu?

Picture by pixabay


Hal ini terkait orangtua sih. Bagaimana jasa orangtua terhadap anak. Sehingga tidak bisa dibalas oleh apa pun. Bagaimana keutamaan orangtua. Sehingga dijelaskan dalam sebuah hadist bahwa murkanya orangtua adalah murka Allah juga. Bagaimana ucapan seorang ibu sama dengan doa.

Hati saya tersentuh mengetahui hal tersebut. Sejak itulah saya takut sekali jika ucapan dan tindakan ini sampai melukai orangtua. Saya semakin sayang dan hormat terhadap orangtua. Bagi saya kebahagiaan orangtua adalah segalanya. Setiap hal yang saya lakukan ujungnya untuk menyenangkan orangtua.

Nah, sejak itulah saya ubah keputusan pribadi yang ingin sekali ke negara Swiss. Impian dan harapan saya sejak lama yang nyaris terwujud. Sebab sudah ada jalan untuk menuju ke sana. Pertama tawaran pekerjaan dari sahabat baik orangtua. Kedua dari kekasih yang ditugaskan ke sana. 

Sebelum ditugaskan ia ingin kita menikah  sehingga bisa membawa serta saya ke sana. Namun saat itu saya belum siap. Sebab kondisi bapak sedang sakit-sakitan. Kalau saya pergi ikut suami ke luar negeri, bagaimana jika ada apa-apa dengan bapak? Sedangkan keinginan saya adalah bisa menunggui orangtua sampai tutup ajal matinya masing-masing. 

Artinya kalau saya yang diberi umur panjang dan orangtua yang lebih dulu berpulang. Saya ingin bisa berada di sisinya. Mentaklin dan menghantarkan orangtua saat mengembuskan napas terakhir. Hal itulah yang menjadi cita-cita saya sebagai anak. Makanya ketika diajak pindah ke luar negeri saya menolak.

Kalau masih di dalam negeri mungkin saya tidak keberatan. Masih bisa cepat menjangkaunya. Nah, ini luar negeri. Meski tempat yang dituju adalah negara impian. Rasanya saya tetap tidak bisa. Orangtua prioritas utama. Apalagi sedang sakit-sakitan begitu. Orang sakit itu  kan jurusannya hanya dua. Sembuh atau meninggal.

Keputusannya adalah LDR-an. Namun satu setengah tahun LDR-an hubungan kami bubar. Padahal tinggal setengah tahun lagi ia kembali ke Indonesia. Namanya takdir. Siapa bisa menduga. Akhirnya saya harus kehilangan kekasih. Orang yang diharapkan bisa menjadi sandaran kala sedih melanda.

Apakah saya sedih? Tentu iya. Manusiawi sekali bukan? Namanya juga kehilangan orang yang disayangi. Namun saya tidak menyesal. Inilah hidup. Penuh hal-hal tak terduga. 

Justru saya merasa lega. Karena akhirnya keinginan saya terwujud. Ketika bapak akhirnya harus berpulang ke Rahmatullah. Saya mendampingi beliau sampai menghembuskan napas terakhirnya. Berat? Jelas. Siapa yang tidak sedih dan berat ditinggal oleh orangtua. Apalagi saat itu saya juga tidak bekerja. Demi merawat bapak saya melepas pekerjaan sebagai guru taman kanak-kanak. 

Meski begitu saya tidak menyesal sama sekali. Itulah hidup. Jalan hidup yang telah saya pilih demi sebuah pencapaian sejati sebagai anak. Beberapa tahun kemudian giliran ibu yang berpulang ke Rahmatullah. Alhamdulillah saya bisa mendampingi beliau juga sampai menghembuskan napas terakhir. 

Kesedihan mendalam yang dirasakan karena tak memiliki orangtua lagi terbayar, dengan terwujudnya keinginan saya untuk bisa mendampingi keduanya hingga napas penghabisan.

Itulah pencapaian tertinggi dalam hidup saya. Sebab penuh perjuangan dan pengorbanan. (EP)


#BPNRamadan2021


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Misteri Pohon Besar di Kalibata City Apartement

Saat saya sedang berjalan-jalan di Kalibata City Apartment, Jakarta Selatan. Pandangan saya tertarik pada sebuah pohon besar di samping belakang apartement. Ukuran pohonnya memang besar sekali. Pikir saya. ”Kenapa tidak ditebang? Bisa bahaya kalau roboh.”  Dokumen pribadi Saya pun iseng menanyakan hal tersebut kepada kawan yang sudah lama tinggal di sana. Jawabannya sungguh membuat merinding bulu kuduk.  “Gak ada yang bisa menebang pohon tersebut. Karena banyak penunggunya. Setiap malam ada saja yang melihat penampakan-penampakan dibawah pohon itu.”  Hiiii...Seram juga ya, pikir saya. “Makanya ada semacam meja kecil diatas pohon itu. Untuk tempat sesajen. Biar penunggunya gak mengganggu orang-orang di sini,” papar kawan saya. Diam-diam ada rasa penasaran dalam hati saya. Seperti apa sih pohon itu jika dilihat dari dekat?  Maka saya pun mendekati pohon tersebut. Memang besar sekali. Terlihat dari batangnya yang besar dan tinggi. Nama pohonnya ternyata pohon mahoni. Usianya lebih

Alhamdulillah Bisa Kentut

Uuupppss!!! Ini bukan bicara jorok atau kotor. Tapi hanya untuk mengingatkan. Bahwa maaf, kentut itu termasuk anugerah terindah yang patut disyukuri. Loh! Kok? Eits, jangan bengong begitu ah. Coba saja rasakan ketika kita beberapa hari ternyata enggak bisa kentut. Rasanya ini perut kembung dan enggak enak. Tapi begitu bisa kentut. Rasanya legaaaa...sekali. Bisa terbayang toh bagaimana mereka yang tidak bisa kentut atau BAB (Buang air besar) akhirnya harus ke rumah sakit untuk diambil tindakan. Maka bersyukurlah kita yang bisa kentut setiap saat. Selama ini kita mengucapkan syukur itu jika berhubungan dengan rezeki dan sesuatu yang menyenangkan.  "Alhamdulillah dagangan hari ini ludes."  Atau  "Alhamdulillah si kakak juara kelas." Sangat jarang jika mengeluarkan kentut langsung mengucap Alhamdulillah. Padahal kentut salah satu nikmat yang luar biasa.  Jadi mulai sekarang biasakan mengucap syukurnya bukan saja ketika berhubungan dengan rezeki dan gengsi.

Gaya Rambut Muslimah yang Dianjurkan

Gaya rambut seseorang biasanya mengikuti karakter diri orang tersebut. Jika ia seorang yang aktif dan energik. Maka gaya rambut yang dipilih biasanya model Demi Moore. Itu loh si cantik di film Ghost. Gaya rambut ala Demi Moore Image foto by Lifestyle Okezone Gaya rambut ala Demi Moore sempat nge-hits di jamannya. Atau gaya rambut ala Putri Diana. Mendiang istri Pangeran Charles dari Inggris ini tetap cantik dan anggun meski berambut pendek. Gaya rambut ala Putri Diana Image foto by pinteres Bagi orang yang memiliki rambut panjang disebut sebagai orang yang sabar. Karena memiliki rambut panjang memang butuh kesabaran. Terutama dalam hal perawatan. Image foto by tagged.com Sementara orang yang menyukai gaya rambut pendek disebut sebagai orang yang tidak sabaran. Ingin serba cepat dalam bertindak. Tentu orang yang seperti ini tidak akan sabar kalau harus merawat rambut. Itu semua pendapat yang saya yakini ketika belum berhijab. Setelah berhijab dan mengetahui