Ngabuburit. Kata yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bermakna menunggu azan Magrib menjelang berbuka puasa waktu bulan Ramadhan.
Sementara pendapat sebagian masyarakat, ngabuburit adalah tradisi orang Sunda yaitu kumpul-kumpul pada sore hari. Pada prakteknya ngabuburit memang dilakukan sore hari. Umumnya pada bulan Ramadhan. "Menunggu bedug magrib biar enggak terasa," ujar sebagian orang.
Seperti apapun pendapat orang mengenai makna ngabuburit. Bagi saya ngabuburit memiliki makna yang dalam. Sebuah kenangan indah yang tak akan terlupa sampai kapan pun. Sebab ngabuburit saya mengenal kamu dan arti persahabatan.
Ngabuburit Jaman Dulu
Saat masih duduk di bangku Sekolah Dasar, setiap bulan puasa tiba saya dan teman-teman di rumah usai mandi sore beramai-ramai keliling komplek. Dengan mengendarai sepeda kami berburu jajanan untuk berbuka puasa. Ada yang membeli jajanan karena keinginan sendiri. Ada juga yang disuruh oleh orang tuanya. "Mumpung keluar jadi sekalian." Begitu pemikiran di orang tua.
Setelah membeli jajanan yang dicari. Kami tak langsung pulang. Melainkan keliling komplek terlebih dulu. Biasanya melintasi rumah "kecengan" dari salah satu teman. Namanya juga baru ngecengin jadi pembawaannya tuh senang saja meski hanya melihat rumahnya dari kejauhan. Namanya juga anak-anak.
Selanjutnya kami melintas di sekitar lapangan basket. Karena ada lagi seorang teman yang kecengannya anak basket. Jadi berkelilingnya di sekitar lapangan basket. Jika sudah di dekat lapangan, ada saja aksi si teman untuk menarik perhatian si kecengan. Berpura-pura memperbaiki rantai sepedanya. Padahal ini hanya modus kalau istilah anak Jaman sekarang.
Biasanya aksi ini berhasil. Si kecengan akan mendekat dan membantu. Karena kami masih anak-anak SD. Sedang mereka sudah SMP atau SMA. Salah sendiri punya wajah terlalu ganteng. Jadinya ditaksir anak SD. Teman-teman sih. Kalau saya beda lagi yang ditaksir. Anak kuliahan. Lebih parah ya?
Namanya juga ngecengin. Bebas saja. Toh mereka tidak tahu. Tepatnya tidak peduli. Kasihan deh kita. Meski begitu kami semua santai saja dan menikmati semua sebagai bagian dari proses kehidupan.
Bagian dari proses kehidupan pula yang akhirnya membuat saya kejatuhan cinta. Gara-gara sering ngabuburit keliling komplek. Ada salah satu anak komplek yang mengirimi saya surat cinta. Konyolnya anak itu adalah kecengan teman saya.
Tentu saja saya tidak balas surat cintanya itu. Pertama saya menjaga perasaan teman. Untungnya teman saya tidak tahu. Kedua karena dia masih SMP. Ketiga karena saya naksirnya sama anak SMA atau kuliahan. Keempat karena merasa masih kecil jadi malu atuh pacar-pacaran begitu.
Itulah sepenggal kenangan masa lalu terkait ngabuburit. Lalu bagaimana dengan sekarang?
Ngabuburit Jaman Now
Seiring berjalannya waktu, ngabuburit model itu sudah saya tinggalkan. Jangankan berkeliling jalan kaki mencari jajanan. Mengendarai kendaraan saja saya malas. Lebih senang menunggu waktu dengan membaca. Baik itu buku umum atau kitab suci. Istilah lainnya nderes Al-Qur'an.
Setelah dipikir-pikir, ngabuburit dengan jalan-jalan seperti itu buang-buang waktu. Capek pula. Saya sih. Entah teman-temsn yang lain. Lebih baik di rumah. Apalagi kalau pekerjaannya menulis. Menunggu waktu berbuka puasa bisa menghasilkan beberapa draft.
Bagi teman-teman yang lain biasanya sambil ngopi-ngopi cantik di sebuah kafe. Apalagi ada Wi-Fe gratis. Semakin betahlah berjam-jam duduk menunggu.
Apapun alasannya, ngabuburit memiliki tempat tersendiri bagi para meminatinya. Jaman boleh berubah. Namun "Ngabubirit" dengan segala kelebihan dan kekurangannya tetap berjalan. Karena bagian dari tradisi. (EP)
#bloggerperempuan
#30harikebaikanBPN
#bpnramadanchallenge
#bpnpostchallengeday1
#bpn30dayblogpost
Wkwkwkwk..aku ngakak pas bagian ngecengin. Duh, aku juga pernah begini. Kemarin tuh draft kayak gini udah di kepala mbak, tapi nggak jadi kutulis. Isiin..hahahaha
BalasHapusHahahaha...lapo isin. Kenangan indah itu Mba.
Hapus